TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka kasus penyebaran video Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama, Buni Yani, mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kuasa hukum Buni optimistis status tersangka kliennya akan segera gugur.
"Hari ini, kami akan melakukan perlawanan secara hukum dengan permohonan gugatan praperadilan atas penetapan Pak Buni Yani sebagai tersangka. Kami tim kuasa hukum yakin permohonan kami akan dikabulkan dan status penetapan tersangka Pak Buni akan gugur," kata salah satu kuasa hukum Buni, Aldwin Rahadian, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 5 Desember 2016.
Aldwin menegaskan pengajuan praperadilan ini bertujuan untuk mengoreksi tindakan penetapan Buni sebagai tersangka oleh Polda Metro yang dinilai sewenang-wenang.
"Ada hal yang tidak lazim menyangkut prosedur dan hukum acara saat penangkapan dan penetapan Pak Buni sebagai tersangka. Ini perlu ada pengujian apakah prosesnya sudah betul. Menurut kami, ada hal yang dilanggar dan kita akan sama-sama uji di praperadilan ini," kata Aldwin.
Selain itu, tim kuasa hukum Buni menganggap tidak ada tindakan pelanggaran hukum apa pun yang dilakukan kliennya. Apa yang disampaikan Buni di media sosial diyakini sebagai bagian dari kebebasan berpendapat yang sudah diatur dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal itu menjelaskan, setiap warga negara bebas berpendapat.
"Saya harap nama saya cepat dipulihkan. Saya adalah seorang dosen. Mana mungkin saya mengujarkan kebencian," kata Buni setelah mendaftarkan gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Aldwin optimistis gugatan praperadilan yang diajukan Buni akan dikabulkan dan penetapan status tersangka kliennya akan digugurkan.
"Kalau caption yang ditulis Pak Buni (di media sosial) dijadikan sebagai dasar penetapan tersangka dan dijerat UU ITE, akan ada banyak orang yang dipenjara," katanya.
Pada 23 November 2016, penyidik menjerat Buni sebagai tersangka dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal pertama dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 1 miliar.
DWI HERLAMBANG ADE | WD