TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengungkapkan kejengkelannya atas ketidakefisienan birokrasi yang terjadi di Indonesia dalam dua tahun masa pemerintahannya. Karena itu, dia meyakini, paket-paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah akan memberikan dorongan terhadap pengurangan inefisiensi dalam birokrasi.
"Saya jengkel sekali berkaitan dengan SPJ (surat pertanggungjawaban). Sekitar 60-70 persen birokrasi kita, energi habis untuk mengurusi SPJ dalam dua tahun ini," kata Jokowi dalam pembukaan Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa, 6 Desember 2016.
Baca: Rasio Menabung Rendah, Ternyata Ini Penyebabnya
Jokowi bercerita, saat blusukan ke lapangan, dirinya sangat kesulitan untuk menemui petugas lapangan karena semuanya berada di kantor. "Kenapa? Menyiapkan SPJ. Di PU (Dinas Pekerjaan Umum) juga sama. Kenapa tidak ada pengawas proyek di lapangan? Pada ngerjain SPJ sampai tengah malam," tuturnya.
Menurut Jokowi, setiap tahunnya, pimpinan proyek pengguna anggaran harus menyetorkan hampir sebanyak 70 surat pertanggungjawaban. "Masa satu barang 44 laporan? Nggak usah banyak-banyak. Dua saja, potong, yang penting manajemen kontrol. Laporan sampai 44. Ini apa?" katanya.
Baca: Jokowi: Saatnya Kurs Rupiah Beralih dari Dolar ke Renmibi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencontohkan, seorang kepala sekolah yang mendapatkan anggaran dari APBN untuk sebuah program, harus menyetorkan SPJ paling tidak 4-6 buah. "Setiap kali pencairan, dia harus buat laporan. Kepala sekolah memang dapat anggaran banyak. Tapi laporannya juga banyak."
Baca: IMF Puji Perekonomian RI, Jokowi: Jangan Senang Dulu
Karena laporan pertanggungjawaban yang perlu dibuat oleh kepala sekolah tersebut sangat banyak, menurut Sri Mulyani, para kepala sekolah itu tidak memiliki waktu untuk membimbing sekolahnya. "Sibuk buat laporan. Saya nggak peduli, pokoknya harus dua laporan saja," kata Sri Mulyani.
ANGELINA ANJAR SAWITRI