TEMPO.CO, Mojokerto – Aktivis pecinta lingkungan menyayangkan sikap polisi setempat, yang membubarkan kegiatan wisata limbah di Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu, 31 Desember 2016.
Desa Lakardowo adalah desa terdampak limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dikelola perusahaan pengolah limbah B3 PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA) di desa setempat.
Wisata limbah ini digagas masyarakat Desa Lakardowo, yang tergabung dalam Pendowo Bangkit dan Perempuan Peduli Lakardowo didampingi Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetland Conservation (Ecoton). Peserta wisata adalah mahasiswa, konsultan, dan peneliti yang tertarik dalam bidang industri dan lingkungan.
Sebelum wisata dimulai, puluhan polisi dari kantor polisi sektor Jetis dibantu Satuan Sabhara Kepolisian Resor Mojokerto Kota dan TNI berjaga di perempatan jalan menuju lokasi wisata limbah di Dusun Sambigembol dan Kedungpalang.
“Sebelum kegiatan dimulai, saya sempat dicegat Kapolsek dan disuruh bubar karena dianggap kegiatan kami tidak ada pemberitahuan,” kata Prigi Arisandi , Direktur Eksekutif Ecoton.
Meski dilarang polisi, peserta wisata tetap mengunjungi rumah warga untuk mengukur kualitas air tanah di sumur. Di tengah peserta berdialog dengan warga, petugas desa mendatangi mereka dan menanyakan izin atau pemberitahuan ke desa. Polisi juga mendatangi dan meminta peserta menghentikan kegiatan mereka.
Setelah terjadi negosiasi, akhirnya peserta diizinkan mengunjungi satu lokasi lagi di Dusun Kedungpalang. Di dusun ini peserta melihat limbah batu bara yang jadi material urukan lantai tanah rumah.
Setelah dirasa cukup, peserta berfoto bersama. Di saat itu, Kepala Kepolisian Sektor Jetis, Komisaris Andi Siswoyo, datang dengan marah-marah dan membentak penyelenggara wisata limbah. “Ayo teruskan, nanti saya bawa ke kantor (polisi),” kata Andi.
Menurutnya, Lakardowo adalah daerah konflik sehingga setiap kegiatan di desa setempat harus atas seizin aparat desa dan kepolisian. “Silahkan mengadakan kegiatan tapi harus pemberitahuan ke desa dan kepolisian, akan kami amankan. Karena ini tidak ada pemberitahuan, silahkan bubar,” ujarnya dengan nada tinggi.Peserta wisata pun membubarkan diri dan kembali ke lokasi pemberangkatan.
Salah satu peserta wisata limbah B3, Mujiati, menyayangkan tindakan polisi yang menurutnya berlebihan. “Mungkin ada miskomunikasi dan ke depan sebaiknya ada pemberitahuan,” katanya. Meski dilarang polisi, dia mengapresiasi wisata limbah tersebut. “Ini sangat menarik bagi saya pribadi untuk dibahas dan pemangku kepentingan harus menindaklanjuti masalah di Lakardowo,” ujar konsultan pemberdayaan masyarakat ini.
Manajer Program dan Penelitian Ecoton, Daru Setyorini, juga menyayangkan sikap polisi. “Kami kecewa dengan sikap polisi yang melakukan pengamanan berlebihan,” katanya. Menurutnya, wisata limbah ini hanya untuk memberikan pendidikan pada peserta. “Agar mereka tahu bahwa di Lakardowo ini ada masalah dimana PT PRIA lebih mementingkan keuntungan ekonomi dan mengabaikan perlindungan lingkungan,” katanya.
ISHOMUDDIN