TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan dinasti politik cenderung melahirkan perilaku korupsi. Salah satu akar masalahnya bersumber dari partai politik.
Adnan mengatakan, di Indonesia, terdapat 58 dinasti politik sejak 2004. Semua pemimpin dalam dinasti yang berkembang merupakan kader partai politik. "Tidak ada yang lewat jalur independen," ucapnya dalam diskusi mengenai dinasti politik di Gado-gado Boplo, Jakarta, Sabtu, 7 Januari 2017.
Ia menilai partai politik perlu dibenahi, terutama terkait dengan pendanaan. Pasalnya, pendanaan menjadi sumber utama masalah korupsi. Pendanaan partai selama ini tak jelas asalnya, meski telah diatur bahwa keuangan partai wajib diaudit lembaga publik.
Kondisi seperti itu, menurut Adnan, menyebabkan hubungan antara politikus dan pengusaha jadi tak terpisahkan. "Ada fenomena korporatisme partai atau partai yang dikuasai pengusaha," ujarnya.
ICW pun mendorong reformasi pendanaan partai dengan melibatkan pemerintah. Salah satu caranya ialah mengalokasikan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk belanja partai. Tujuannya, tutur Adnan, memberikan daya tekan kepada partai politik untuk mengikuti aturan main yang baik. "Semakin besar dana APBN untuk partai, semakin besar pula daya tekan pemerintah kepada partai untuk ikut aturan main," ucapnya.
Dengan menyuplai dana kepada partai, pemerintah juga memiliki kuasa meminta kader partai yang berkualitas. Selama ini, kaderisasi partai dinilai tak berhasil memproduksi pemimpin yang taat aturan. Adnan mengatakan praktek dinasti bahkan terjadi dalam tubuh partai sendiri. Ia menemukan kakak beradik yang menjabat ketua dewan pimpinan pusat (DPP) dan anggota dewan pimpinan cabang (DPC) di sebuah partai.
Ketua Institut Harkat Negeri Sudirman Said berujar, alokasi APBN untuk partai akan berdampak besar. "Kalau pakai APBN, ada kewajiban audit, karena itu uang negara," tuturnya.
Skema tersebut, menurut dia, akan membuka peluang bagi orang baik untuk menjadi pemimpin. Pasalnya, syarat pemimpin tak lagi diukur berdasarkan kemampuan calon mengeluarkan biaya untuk merebut kursi. Kemampuan pribadi akan lebih diutamakan.
Sudirman sendiri mengaku pernah ditawari kursi Bupati Brebes, asalkan bisa menyediakan sejumlah uang. Namun ia menolak. "Kalau punya uang sebanyak itu, lebih baik saya buka warteg," katanya.
VINDRY FLORENTIN
Baca juga:
3 Indikasi Ada Penyokong Dana Penulis Jokowi Undercover
Polisi Kejar 2 Pelaku Pengeroyokan Relawan Ahok-Djarot