TEMPO.CO, Jakarta - Bisnis kartu kredit tampaknya belum akan mengkilap pada tahun ayam api ini, menyusul pada 2016 bisnis kartu plastik ini mengalami mengalami masa suram. Rencana pemberlakuan kembali pelaporan data kartu kredit dan peraturan pemangkasan suku bunga dinilai menjadi hal penting yang bisa mempengaruhi bisnis tersebut pada tahun ini.
Pada akhir Maret tahun lalu, Dirjen Pajak mengumumkan kewajiban bank untuk melaporkan data kartu kredit melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016. Satu bulan setelah beleid ini dirilis, pertumbuhan volume transaksi kartu kredit terpantau menurun dari 10,92 persen secara tahunan (year on year) pada Maret 2016 menjadi 4,02 persen (yoy).
Secara nilai, transaksi kartu kredit justru bergerak negatif dari 3,15 persen (yoy) menjadi -3,55 persen (yoy). Transaksi belanja menjadi penyebab penurunan kinerja yang negatif ini.
Pada Juli 2016, pemerintah menunda kewajiban tersebut hingga program pengampunan pajak atau tax amnesty rampung. Setelah pengumuman tersebut, pertumbuhan volume maupun nilai transaksi kartu kredit kembali meningkat. Walaupun belum stabil, terutama untuk nilai transaksi yang kembali minus pada September dan meningkat positif pada Oktober 2016.
General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha menuturkan, kewajiban pelaporan data kartu kredit pada tahun lalu memang dirasakan sangat berpengaruh terhadap bisnis kartu kredit. Ditambah dengan kondisi ekonomi makro yang tengah menghangat yang berdampak pada meningkatnya rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) kartu kredit.
Asosiasi pun tidak berani mematok target pertumbuhan yang agresif pada tahun ini dengan rencana diberlakukannya kembali kewajiban lapor pasca selesainya program pengampunan pajak. “Mulai turun pas ketentuan itu, kami belum tahu kelanjutannya nanti bagaimana. Kami enggak berani optimis , kalau berlaku lagi takutnya kembali turun,” katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu. Pertumbuhan bisnis kartu kredit juga diperkirakan tak akan jauh beda dibanding dengan tahun lalu, yakni di kisaran 5 persen per tahun.
Dari Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan terlihat pada Oktober 2016, nilai kredit yang penarikannya melalui kartu tercatat Rp 72,708 triliun. Angka tersebut tumbuh 5,3 persen (yoy).
Lani Darmawan, Direktur Consumer Banking PT Bank CIMB Niaga Tbk., ingin ketika ketentuan pelaporan data kartu kredit nasabah kembali diberlakukan setelah periode pengampunan pajak berakhir tak berimplikasi negatif. Artinya, aturan ini tidak menyurutkan minat masyarakat Indonesia untuk menggunakan alat pembayaran terbitan dalam negeri.
Lani berharap masyarakat tidak beralih ke alat pembayaran yang diterbitkan dari luar Indonesia. "Saya yakin regulator sudah mempertimbangkan hal ini. Kami mendukung aturan yang terbaik untuk masyarakat dan juga industri kartu kredit,” ucapnya.