TEMPO.CO, SITTWE – Sekitar 65 ribu warga minoritas muslim etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh sejak tentara Myanmar menyerbu ke Negara Bagian Rakhine tiga bulan lalu. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang dikutip Aljazeera, Selasa, 10 Januari 2017, menyebutkan sebanyak sepertiga dari jumlah itu, atau 22 ribu orang, lari ke Bangladesh pada pekan lalu.
Pengumuman pada Senin ini bersamaan dengan rencana lawatan Utusan HAM PBB untuk Myanmar, Yanghee Lee, selama 12 hari. “Pada 5 Januari, sekitar 65 ribu warga etnis Rohingya memenuhi kamp pengungsi di Cox’s Bazaar, wilayah selatan Bangladesh,” demikian pernyataan Kantor Koordinasi urusan Kemanusiaan (OCHA).
Eksodus besar-besaran ini terjadi setelah tentara mencari pelaku serangan yang menewaskan sedikitnya sembilan polisi di Rakhine pada Oktober tahun lalu. Namun sejumlah media, saksi mata, dan pegiat hak asasi manusia melaporkan militer Myanmar melakukan sejumlah kejahatan kemanusiaan, termasuk pembunuhan dan pemerkosaan, dalam operasi kali ini.
Laporan ini membuat sejumlah negara muslim anggota ASEAN, seperti Malaysia dan Indonesia, mendesak pemerintahan Aung San Suu Kyi segera bertindak. Pemerintah baru Myanmar balik menuding bahwa tudingan itu palsu dan menyebut dalam laporan pekan lalu tidak ada bukti soal kejahatan kemanusiaan seperti pemerkosaan.
Laporan ini hanya berselang beberapa hari setelah sebuah video polisi memukuli warga sipil Rohingya menjadi viral. Senin lalu, Lee memulai penyelidikan tentang pelanggaran hak asasi manusia di Negara Bagian Kachin.
Perempuan yang disebut “pelacur” oleh biksu kontroversial Wirathu, karena dukungannya terhadap Rohingya, akan mengunjungi Rakhine sebelum meninggalkan Myanmar pada 20 Januari mendatang.
ALJAZEERA | SITA PLANASARI AQUADINI