TEMPO.CO, Jakarta - Daratan sepertinya tidak cukup bagi warga Polinesia-negeri kepulauan bekas jajahan Prancis- sehingga mereka membutuhkan tempat tinggal di kota terapung di atas laut. Untuk kebutuhan itu, pemerintah Polinesia menandatangani kontrak dengan sebuah firma Amerika Serikat untuk membangun kota terapung yang akan mulai dibangun pada 2019.
Menurut informasi yang disampaikan Mirror, firma yang akan mengerjakan proyek besar itu adalah Seasteading Institute dari AS. Perusahaan ini, tulis Mirror, menghabiskan waktu lebih dari lima tahun untuk membuat kerangka kerja untuk membangun tempat hunian mengapung di tengah laut yang nyaman dan aman.
"Polinesia terdiri dari 118 pulau di Pasifik Selatan, memiliki risiko terhadap naiknya permukaan laut," tulis Mirror, Selasa, 17 Januari 2017.
Selain dengan perusahaan jasa konstruksi, ABC melaporkan, pemerintah Polinesia juga meneken nota kesepahaman dengan San Fransisco, tempat firma AS itu berkantor.
Studi yang belum kelar adalah soal dampak ekonomi dan lingkungan, serta implikasi hukum bila kota terapung tersebut jadi dibangun di atas laut.
Randolph Hencken, Direktur Utama firma, menjelaskan, "Apa yang kami minati adalah pilihan masyarakat dan memiliki lokasi dimana kami mencoba sesuatu yang belum pernah dicoba sebelumnya."
Dia menambahkan, "Saya tidak akan melakukan sesuatu secara radikal. Kami akan mencari lokasi di perairan aman, kami tidak ingin bangunan ini mengapung di perairan terbuka."
Hencken berharap mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah Polinisia. "Saya yakin kota terapung ini bakal mendatangkan keuntungan ekonomi baik secara langsung maupun tidak."
Kota terapung ini, jelas Hencken, akan dikunjungi wisatawan dan menjadi daya tarik karena semuanya berbasis teknologi.
Setelah seluruh studi kota terapung ini beres, diharapkan disusul pengesahan melalui undang-undang pembangunan tahun depan. Selanjutnya pembangunan kota terapung ini mulai dikerjakan.
MIRROR | CHOIRUL AMINUDDIN