TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan terhadap empat saksi kasus suap penerbitan izin usaha pertambangan di Sulawesi Tenggara selama 2009-2014, Selasa, 24 Januari 2017.
Dari empat saksi itu, tiga di antaranya adalah pegawai PT Billy Indonesia. Mereka adalah Soni Padmini, Edy Darmono, dan Koei Tjin Shin. Juga Ade Nugroho dari perusahaan swasta lainnya. "Mereka saksi untuk NA (Nur Alam)," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa, 24 Januari.
Baca:
Korupsi Nur Alam, KPK Periksa Bos PT Billy Indonesia
Gubernur Nur Alam Gugat KPK Lewat Praperadilan
KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka korupsi penerbitan izin usaha pertambangan di wilayah Sulawesi Tenggara periode 2009-2014. Ia diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam mengeluarkan izin tambang kepada PT Anugerah Harisma Barakah.
Dalam menerbitkan izin tambang itu, Nur Alam diduga menerima suap. Praktek suap itu terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2013 yang pernah ditulis oleh majalah Tempo.
Baca juga:
Ini Aliran Uang Rp 60 Miliar ke Rekening Gubernur Nur Alam
Merasa Tak Dianggap sebagai Gubernur, Nur Alam Jengkel
Pada laporan itu, Nur Alam diduga menerima aliran dana US$ 4,5 juta atau setara Rp 50 miliar dari Richcorp Internasional. Uang itu dikirim ke suatu bank di Hong Kong. Sebagian lagi di antaranya ditempatkan di tiga polis asuransi AXA Mandiri. Namun polis itu diduga dibatalkan oleh Nur Alam dan dikirim ke beberapa rekening baru.
PT Realluck International Ltd, yang 50 persen sahamnya dimiliki Richcop, pembeli tambang dari PT Billy Indonesia. Kantor PT Billy, yang terafiliasi dengan PT Anugrah Harisma Barakah beralamat di Pluit, Jakarta Utara, sudah digeledah penyidik KPK.
Pada September tahun lalu, Nur Alam menggugat praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka. Namun, politikus Partai Amanat Nasional itu kalah.
MAYA AYU PUSPITASARI