TEMPO.CO, Jakarta - Praktik perbudakan modern dewasa ini memunculkan keprihatinan organisasi lintas agama. Mereka menyatakan menolak praktik tersebut dan akan mendeklarasikan antiperbudakan modern pada Maret nanti.
"Kami bersama-sama organisasi lintas agama sepakat mendeklarasikan antiperbudakan modern," kata Rektor Universitas Paramadina, Firmanzah, Senin, 20 Februari 2017, seusai beraudiensi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. "Insya Allah tanggal 14 Maret mendatang."
Dalam audiensi itu, hadir perwakilan dari PBNU, Persekutuan Gereja Indonesia, Parisada Hindu Dharma Indonesia, Majelis Tinggi Agama Konghucu, Konferensi Wali Gereja Indonesia, dan lainnya.
Firmanzah mencontohkan praktek perbudakan modern dari kegiatan perdagangan organ. Dia menyinggung keberhasilan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang membebaskan anak buah kapal dari perbudakan modern. Mereka bekerja dengan tekanan, paksaan, dan tanpa ada jaminan sosial.
Perbudakan modern dialami oleh pekerja yang kehilangan hak-hak kemerdekaannya. "Ini yang memang menjadi sorotan. Jadi nanti tanggal 14 Maret penandatanganan komitmen bersama di Kantor Wapres," kata Firmanzah.
Firmanzah mengatakan, dalam audiensi tersebut, Kalla menyambut baik inisiatif tersebut. Apalagi pemerintah punya perhatian yang sama untuk mengentaskan kemiskinan, membangun infrastruktur, dan UMKM. "Ini juga untuk mencegah perbudakan modern bisa muncul, karena background perbudakan modern kan kemiskinan," kata Kalla ditirukan Firmanzah.
Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama Marsudi Syuhud mengatakan komitmen untuk menghapus perbudakan modern ini sesuai nilai-nilai Islam. Salah satu nilai dalam Islam adalah memerdekakan budak-budak yang dilakukan sejak 15 abad lalu.
"Masih ada berbudakan gaya baru sekarang. Islam, NU, tetap melihat ke sana, tetap mengawal bagaimana jangan sampai ada perbudakan," kata Marsudi.
AMIRULLAH SUHADA