TEMPO.CO, Denpasar - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menengarai ada pergeseran minat wisatawan yang berkunjung ke Pulau Dewata itu. Kata dia, kini para turis menyenangi wisata berbasis pengetahuan ketimbang berbasis layanan.
Dengan wisata berbasis pengetahuan, “Para turis bisa berinteraksi dengan masyarakat lokal,” kata pria yang akrab dipanggil Cok Ace itu, di Denpasar, Senin (20/02). Pergeseran selera itu, kata dia, ditunjukkan oleh hasil penelitian Universitas Indonesia dan Kementerian Pariwisata.
Berita lain; Jenang, Simbol Kehidupan Masyarakat Jawa
Pergeseran itu sudah terjadi sejak tahun 2000-an. “Sebenarnya itulah kekuatan Bali yang sedari awal menganggap budaya sebagai daya tarik,” kata Cok Ace.
Pergeseran itu berdampak pada turunnya tingkat hunian di hotel berbintang. Karena kini pera pelancong lebih suka tinggal di homestay dan vila. "Ada penurunan okupansi pada 2016 rata-rata delapan persen di hotel berbintang, dan peningkatan empat persen di homestay dan vila," kata Cok Ace.
Maka dia berharap para pengusaha di daerah tidak tergiur membangun city hotel atau hotel dengan konsep perkotaan, di tengah pergeseran selera wisatawan tersebut.
ANTARA