TEMPO.CO, Jakarta - Bencana banjir melanda wilayah Cipinang Melayu sejak Selasa, 21 Februari 2017. Ketinggian air di dekat bantaran Kali Sunter ini sempat mencapai 1,5 meter.
Ratusan warga yang tinggal di lokasi pun diungsikan ke Masjid Universitas Borobudur hingga hari ini, Rabu, 22 Februari 2017. Meski air sudah surut, sekitar 200 warga masih berada di pengungsian.
Baca juga:
Atasi Banjir di Musim Hujan, Ini Jurus-jurus Djarot
Tinjau Banjir, Djarot Sindir Pendemo 212 Tak Bantu Korban
Ditemui di tempat pengungsian, Rohmani, salah satu warga Cipinang Melayu, mengatakan banjir kali ini adalah yang paling parah sejak 15 tahun terakhir. "Banjir sering, tapi yang paling parah ini," katanya.
Rohmani bercerita, banjir parah yang hampir sama dengan kali ini pernah terjadi pada 2002. Banjir menggenangi permukiman warga hingga mencapai 1 meter. Setelah itu, banjir hanya melanda dalam skala kecil. Ketinggian air biasanya hanya sekitar 10-20 sentimeter.
Hal serupa juga diakui oleh pasangan suami-istri yang berasal dari Kampung Bengek, Yeni Wijayanti dan Eko Yulianto. Menurut mereka, banjir memang sering mampir di wilayahnya tapi jarang sampai separah ini. "Sering banjir tapi biasanya cuma setangga (10-20 sentimeter) aja," kata Eko.
Istri Eko, Yeni, menduga banjir kali ini bisa parah karena ada kiriman air dari Kali Sunter dan Kali Bekasi. "Biasanya cuma dari Kali Sunter aja," ujarnya.
Baca juga: Terjebak Banjir di Terowongan Tol, Wanita Ini Menggugat
Dinas Tata Air DKI Jakarta menyatakan jika banjir di Cipinang Melayu ikut dipengaruhi oleh adanya kiriman air akibat jebolnya tanggul di Villa Bukit Nusa Indah, Bekasi. Air mengalir ke Kali Sunter dan menyebabkan luapan karena ditambah hujan deras yang turun sepanjang hari sejak Ahad lalu.
BENEDICTA ALVINTA | NINIS