TEMPO.CO, Jakarta - Pengalaman adalah guru yang terbaik, begitu kata orang bijak. Pengalaman itu pula yang membuat Rika Harjosuwarno mencoba menarik bisnis restoran ke level yang berbeda: mengawinkan restoran dengan gedung pertemuan. Bermula ketika ia hendak merayakan pesta pernikahan pada 2011 yang sifatnya privat. “Saya dan suami tidak ingin acara besar dan ternyata cukup sulit mencari tempatnya,” kata Rika di Jakarta, Sebatu 18 Februari 2017.
Saat itu pilihannya adalah hotel, restoran, atau gedung pertemuan. Jika memilih hotel, kapasitasnya sebagian besar sebanyak 300-500 tamu dan itu terlalu banyak. Kalau memilih restoran, daya tampungnya memang sesuai, tapi apakah restoran tersebut rela tutup seharian demi memenuhi kebutuhan Rika dan keluarganya beserta keluarga suaminya, Niko yang berasal dari Yunani? Adapun jika memilih gedung pertemuan, maka Rika dan keluarga harus memikirkan bagaimana menu, dekorasi, dan tetek bengek urusan pesta yang sejatinya bisa dioper ke pihak lain.
Walhasil, Rika dan Niko memutuskan merayakan pernikahan mereka di sebuah restoran. Hanya saja, managemen restoran menolak jika harus menolak pelanggan yang datang untuk makan. “Terpaksa bagian depan restoran tetap dibuka untuk umum,” ujarnya. “Saya mengerti karena pamali buat restoran jika menolak orang yang datang untuk makan.”
Berangkat dari pengalaman tadi, Rika berpikir untuk memulai bisnis yang memadukan restoran dengan gedung pertemuan yang dia namakan Kembang Kencur. “Ini menarik karena bukan restoran, juga bukan gedung pertemuan,” ujarnya. Sebab, Rika paham betul bagaimana rumitnya mengelola restoran, mulai dari melayani pelanggan, mengurus tenaga kerja, pemasok bahan makanan, dan lainnya.
Pemilik Kembang Kencur, Rika Harjosuwarno. instagram.com
Jika dulu Rika harus merogoh kocek hingga Rp 75 juta untuk sekitar 100 tamunya saat pesta pernikahan, di Kembang Kencur dia mematok biaya Rp 30 juta dengan jumlah tamu yang sama. “Pilihan makanannya bisa dari Nusantara maupun Asia, tergantung paket yang diambil,” ujarnya. Di Kembang Kencur, terdapat beberapa jenis paket yang bisa dipilih berdasarkan jumlah tamu, jenis masakan, maupun singkat-lamanya acara. Harganya mulai Rp 7-41,5 juta.
Salah satu pilihan menu di Kembang Kencur. Nasi daun jeruk, lidah cabai hijau, ayam singgang, cakalang woku, paru asam manis, sayur daun singkong kecombrang, dan kerupuk. (TEMPO/Dhemas Reviyanto)
Menurut Rika, suasana di Kembang Kencur yang terletak di belakang Griya Prtria Guest House Pejaten, Jakarta Selatan, ini cocok untuk masyarakat Ibu Kota dan sekitarnya yang ingin mengadakan acara reuni keluarga, arisan, siraman, dan lamaran misalnya. Sebab, suasananya seperti rumah pada umumnya. Terdapat teras di bagian depan, ruang tamu yang bisa disulap menjadi susunan meja makan, serta kolam renang dan taman di bagian belakang. Total areanya seluas 1.000 meter persegi.
Suasana ruang tamu dan ruang tengah di Kembang Kencur yang disulap menjadi tempat makan. (TEMPO/Dhemas Reviyanto)
Prediksi bisnis Rika tak meleset. Sampai akhir Maret 2017, Kembang Kencur sudah full booked setiap Sabtu-Ahad. Jika bertandang ke sana pada hari kerja, Anda mungkin tak akan menemukan hidangan ala Kembang Kencur karena tempat ini hanya buka saat ada acara. Meski begitu, pengunjung bisa mampir ke Halo Niko –restoran milik Rika dan Niko yang menyediakan menu Yunani-Jawa, yang terletak di dalam Kembang Kencur.
Kolam renang dan taman di halaman belakang Kembang Kencur. (TEMPO/Dhemas Reviyanto)
Nama Kembang Kencur diambil dari salah satu bait Tembang Puspawarna karangan Mangkunegara ke empat. Mengutip karangan tersebut, Kembang Kencur dianalogikan sebagai karakter perempuan yang serba bisa, luwes, dan ‘seru’. “Itu sebabnya saya pilih nama itu ketimbang Kembang Jambe, Kembang Blimbing, dan kembang lain yang mewakili karakter perempuan,” kata Rika yang mengaku gemar membaca literasi kebudayaan Jawa.
RINI KUSTIANI
Berita lainnya:
Salah Kaprah tentang Berendam di Air Belerang
Musim Hujan Terpaksa Bekerja dari Rumah, Simak Kiatnya
Perempuan Harus Lebih Waspada Hipertensi, Ada 2 Momen Kritis