TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hasibuan, meminta mendapatkan akses informasi tentang data PT Freeport Indonesia. Permintaan itu ditujukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan. Peradi siap dilibatkan dalam menghadapi gugatan Freeport ke arbitrase.
"Pak Menteri sudah siap untuk melibatkan Peradi dalam urusan kalau sampai arbitrase. Kami juga menyerukan kepada seluruh advokat Indonesia,” kata Otto, di Kantor Kementerian ESDM, Senin, 27 Februari 2017.
Menurut Otto, untuk sementara ini Peradi telah mendapat beberapa informasi dan data yang cukup akurat tentang dugaan pelanggaran yang dilakukan Freeport. Salah satunya tentang penyumbang kerusakan lingkungan yang membahayakan rakyat Papua. Karena itu, kemungkinan Peradi juga akan melakukan langkah hukum agar permasalahan terkait lingkungan hidup bisa diselesaikan, baik secara perdata ataupun pidana.
Baca : Menteri Luhut: Dibahas Proses BUMN Akuisisi Freeport
“Peradi di Papua juga pernah meminta dukungan kepada Peradi Jakarta Pusat agar ini dapat diproses. Intinya adalah, kita tidak mau menjadi dikendalikan terus oleh pihak freeport, kita harus merdeka, terhadap semua sumber daya alam kita,” tutur Otto.
Otto, pengacara yang terkenal namanya sebagai kuasa hukum kasus “kopi sianida” yang melibatkan terpidana Jessica Kumala Wongso itu menuturkan, hari ini menemui Menteri Jonan untuk membahas advokasi mereka terhadap pemerintah Indonesia dalam menghadapi gugatan Freeport di proses arbitrase internasional.
Sebelumnya, Chief Executive Officer Freeport-McMoran, Richard Adkerson, menyatakan perusahannya memberikan waktu 120 hari kepada Indonesia untuk mempertimbangkan perbedaan yang terjadi antara Pemerintah Presiden Joko Widodo dan Freeport. Waktu 120 hari tersebut terhitung dari pertemuan terakhir kedua belah pihak pada Senin, 13 Februari 2017. Jika tidak, maka Freeport akan membawa permasalahan kontrak ini ke dalam arbitrase internasional.
Baca : Perhimpunan Advokat Dukung Jonan Lawan Gugatan Freeport
Untuk diketahui, pada 11 Januari 2017 lalu Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara atau biasa disingkat PP Minerba.
PP ini menegaskan perusahaan pemegang KK harus memurnikan mineral di Indonesia. Jika tidak membangun smelter maka dilarang ekspor. Kemudian jika ingin tetap ekspor harus mengubah statusnya dari KK menjadi IUPK. Dengan menjadi IUPK, maka Freeport juga berkewajiban melepas 51 persen sahamnya kepada Indonesia tahun ini.
Baca : Tak Ada Operasi, Ribuan Pekerja Kontrak Freeport Dirumahkan
Pada 25 Januari 2017 lalu, perusahaan tambang emas dan tembaga ini juga sempat menyatakan mempertimbangkan langkah hukum (legal action) untuk menggugat pemerintah Indonesia. Langkah itu menyusul perusahaan tidak mendapatkan izin ekspor. Sebab berdasarkan KK, Freeport memiliki hak untuk mengekspor konsentrat tembaga tanpa pembatasan atau kewajiban membayar bea ekspor.
DESTRIANITA