TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah risiko ketidakpastian global, para manajer investasi mengarahkan alokasi portofolio inti ke sektor domestik, seperti konsumer dan infrastruktur.
Direktur Investasi dan Teknologi BNI Asset Management Isbono M.I. Putro mengatakan, perekonomian dunia pada tahun ini masih dibayangi oleh risiko yang tinggi. Utamanya bersumber dari perubahan kebijakan ekonomi Amerika Serikat dan risiko politik di Eropa.
“Itu menjadi faktor utama volatilitas pasar pada 2017. Oleh sebab itu, alokasi portofolio inti akan diarahkan ke sektor domestik guna meminimalisasi efek global seperti ke sektor konsumer dan infrastruktur,” kata Isbono pada Selasa, 14 Maret 2017.
Lihat:
Ketua KPK Persoalkan Eselon I Jadi Komisaris BUMN
Mulai 1 April, Taksi Online Punya Batas Harga
Suprajarto Disebut Jadi Direktur Utama BRI yang Baru
Disebut Jadi Bos Pertamina, Ini Riwayat Karier Elia Massa Manik
Katalis domestik berupa dampak pemangkasan BI Rate secara agresif pada 2016, menguatnya konsumsi domestik dan pertumbuhan ekonomi, serta laba emiten yang berpotensi naik 10 persen-15 persen diharapkan menopang kinerja pasar saham pada tahun ini. BNI AM memproyeksi indeks harga saham gabungan dapat naik 12,71 persen year on year ke level 5.970 pada akhir Desember 2017.
Pada 2017, BNI AM lebih banyak membidik emiten sektor barang konsumsi, konstruksi, kesehatan, dan tambang batu bara untuk diracik dalam portofolio baik reksa dana saham maupun reksa dana campuran.
Direktur Investasi Sucorinvest Asset Mangement Jemmy Paul Wawointana mengatakan, pasar saham yang sedang sideway membuat manajer investasi lokal ini memburu saham-saham emiten dengan kapitalisasi pasar menengah. Utamanya, saham emiten mid cap yang bergerak di sektor infrastruktur, pertambangan, dan perkebunan.
“Kalau kami yakin market bullish, kami akan pindah ke big caps lagi seperti TLKM, ASII, BBRI, dan BBCA,” ucap Jemmy.
Sementara itu, volatilitas pasar modal mendorong investor untuk cenderung masuk ke produk reksa dana dengan profi l risiko moderat, yakni reksa dana berbasis pendapatan tetap (fixed income).
Retno Dewi Hendrastuti, Direktur Utama Reliance Manajer Investasi, menuturkan sepanjang tahun ini cukup banyak investor yang masuk ke produk reksa dana pendapatan tetap Reliance Dana Terencana. Hingga akhir Februari 2017, reksa dana ini menggenggam dana kelolaan sebesar Rp35,95 miliar.
“Dana kelolaan yang naik banyak reksa dana pendapatan tetap. Yang kami sasar itu investor ritel, mereka cari aman dulu jadi masuk ke produk berbasis fixed income,” ujar Retno.
Volatilitas pasar juga dapat didiversifi kasi melalui produk reksa dana pendapatan tetap (RDPT). Pasalnya, underlying asset produk tersebut merupakan surat utang atau saham yang tidak dicatatkan di Bursa Efek Indonesia. “Kalau memungkinkan kami bisa bentuk RDPT untuk menggalang dana investor untuk membungkus proyek infrastruktur.”
Hingga akhir Februari 2017, Reliance Manajer Investasi mengelola empat produk reksa dana dengan total dana kelolaan senilai Rp 98,88 miliar. Pada tahun ini, perusahaan aset manajemen Grup Reliance Capital ini menjajaki peluncuran produk baru berupa reksa dana pasar uang. Produk reksa dana dengan profi l risiko rendah hingga moderat juga menjadi pilihan investor Mandiri Manajemen Investasi.
Menurut Director of Sales & Product Mandiri Manajemen Investasi Endang Astharanti, sepanjang tahun berjalan pertumbuhan dana kelolaan MMI didorong oleh net subscription pada produk reksa dana terproteksi, reksa dana pasar uang, dan reksa dana pendapatan tetap. Sementara itu, asset under management (AUM) reksa dana saham dan campuran relatif flat.
“Kami banyak menyalurkan reksa dana melalui bank distributor, kebetulan beberapa nasabah basisnya profi l risikonya konservatif. Yang paling sesuai kami provide reksa dana terproteksi dan pasar uang.” Pada akhir bulan lalu, MMI mengantongi dana kelolaan sebesar Rp 43 triliun atau tumbuh 11 persen dari posisi akhir 2016 sebesar Rp 38,7 triliun.
Kontribusi dana kelolaan reksa dana terhadap total AUM MMI mencapai Rp34,9 triliun atau lebih dari 80 persen. Di pihak lain, PT Sucorinvest Asset Management memperkirakan IHSG pada tahun ini mencapai level 6.100, sedangkan yield obligasi negara bertenor 10 tahun di level 6,5 persen.
Jemmy Paul mengatakan, kondisi perekonomian nasional yang kuat dan stabil menyokong optimisme pihaknya terhadap target tersebut. Hal ini merupakan dampak dari meningkatnya harga sejumlah komoditas.