TEMPO.CO, Jakarta - Ibu yang sekamar dengan bayinya pascakelahiran memiliki masa menyusui lebih panjang dan lebih berhasil dalam memberi ASI eksklusif.
Rooming-in mulai populer setelah UNICEF meluncurkan anjuran "Sepuluh Langkah untuk Sukses Menyusui" pada 1991. Salah satu anjurannya adalah program Baby-Friendly Hospital Initiative untuk memastikan fasilitas bersalin menjadi pusat pendukung kegiatan menyusui. Rooming-in memudahkan inisiasi menyusui dini.
Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang sekamar dengan bayinya pascakelahiran memiliki masa menyusui lebih panjang dan lebih berhasil dalam memberi ASI eksklusif. Bayi juga lebih sedikit menangis. Sebanyak 95 persen bayi menangis bukan karena lapar, melainkan karena terpisah dengan ibunya.
Jeannette Crenshaw, kepala perawat dan peneliti di Presbyterian Hospital of Dallas, mengungkapkan bahwa ibu yang dipisahkan dengan bayinya pascakelahiran lebih kesulitan tidur. "Sementara ibu yang tidur berdekatan dengan bayinya lebih mudah beristirahat," katanya.
Menurut Crenshaw, setelah kelahiran, ibu selalu ingin berdekatan dengan bayinya. "Ini merupakan insting alami serta kebutuhan fisik dan emosi ibu dan bayi," katanya. Kebutuhan fisik serta emosional ibu dan bayi akan terpenuhi dengan tetap berdekatan. Semakin sering ibu dan bayi bersama, semakin cepat pula ibu memahami keinginan bayi dan cara terbaik untuk merawat serta membuat si bayi nyaman.
Rooming-in juga mendorong ibu untuk menyentuh bayinya lebih cepat. Dalam dunia kedokteran, hormon yang menyebabkan rahim berkontraksi saat kelahiran, oksitosin, akan merangsang perasaan keibuan saat menyentuh, memandang, dan menyusui bayi. Oksitosin akan lebih banyak dilepaskan saat kulit ibu menyentuh kulit bayi. Otak juga akan melepaskan hormon endorfin yang akan menambah perasaan keibuan.
Hormon-hormon ini membantu ibu merasa tenang dan menyesuaikan suhu tubuhnya dengan bayi. Ketika dalam pelukan ibu, apabila si bayi kepanasan, suhu tubuh ibu akan turun 1 derajat Celsius. Sedangkan saat bayi kedinginan, suhu tubuh ibu akan naik 2 derajat Celsius.
Bayi baru lahir yang mengalami kontak kulit dengan ibunya akan lebih mudah beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim. "Mereka tetap hangat, lebih sedikit menangis, dan hormon stresnya lebih rendah ketimbang mereka yang dipisahkan dengan ibunya," tutur Crenshaw. Bayi yang kulitnya bersentuhan dengan ibunya juga lebih mudah bernapas, lebih stabil kadar gula darahnya, dan lebih cepat menyusu.
Kedekatan pascamelahirkan juga memiliki keuntungan jangka panjang. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kekerasan dan kelalaian dalam menjaga anak lebih rendah bagi ibu yang lebih sering menyentuh bayinya pascamelahirkan. Berdekatan dengan bayi harus terus berlangsung hingga bayi di rumah. "Ibu harus tidur di kamar yang sama dengan bayinya," kata Crenshaw.
Yang perlu diperhatikan, dia melanjutkan, adalah keamanan dan kenyamanan bayi. Claudia sendiri memilih tidur bersama bayinya di kasur yang sama. "Saya bisa tidur lebih lelap dan lebih mudah menyusui."
Namun, di Indonesia, fasilitas perawatan dalam satu ruangan itu masih sedikit. Di Jakarta saja, menurut Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia Mia Sutanto, fasilitas itu baru ada di dua rumah sakit. Padahal rawat gabung itu tak hanya membuat bayi lebih dini dekat dengan ibu, tapi juga aman untuk keselamatan bayi. "Kita tahu kalau penculikan bayi di rumah sakit beberapa kali terjadi," ujarnya.
Proses merawat bayi di kamar gabung juga memberikan keuntungan bagi si ibu. "Ibu baru dapat belajar merawat dan memandikan bayi dengan melihat cara suster merawat bayi," katanya.
KORAN TEMPO
Berita lainnya:
Jangan Lupakan Proses Bonding Ibu dan Anak Sejak Dini
Inisiasi Menyusui Dini, 1 Jam yang Bermanfaat buat Selamanya
Perawatan Metode Kanguru Bikin Bayi Cerdas