TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian RI Brigadir Jenderal Rikwanto menuturkan praktek pungutan liar di Pelabuhan Peti Kemas Samarinda diduga sudah berlangsung lama. Ia menyebutkan uang sekitar Rp 6,13 miliar yang disita di Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Samudera Sejahtera (Komura), Jalan Yos Sudarso, Samarinda, saat operasi tangkap tangan merupakan akumulasi beberapa tahun. “Akumulasi sejak 2012,” ucapnya di kantornya, Senin, 20 Maret 2017.
Badan Reserse Kriminal Polri juga menggeledah kantor Koperasi Serba Usaha Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu (PDIB) di Jalan Danau Toba, Senin, 20 Maret 2017. Polisi mencokok Heni, anggota staf keuangan PDIB. Sedangkan Ketua PDIB HS kini menjadi buron. PDIB diduga mengutip tarif parkir di Pelabuhan Palaran yang telah ditetapkan sebesar Rp 18 ribu menjadi Rp 20 ribu. PDIB juga mengutip sejumlah uang dari tiap truk yang keluar pelabuhan.
Baca:
Diduga Pungli Tarif Parkir Pelabuhan, Polisi Geledah ...
Kasus Pungli di Pelabuhan, Menteri Perhubungan ...
Menurut Rikwanto, para tersangka bisa dijerat tidak hanya dengan tuduhan pemerasan, tapi juga tindak pidana pencucian uang. “Kami lihat larinya ke mana saja dan dalam bentuk apa saja,” ujar Rikwanto.
Rikwanto menegaskan, pungutan seharusnya tidak ada di dalam Pelabuhan Peti Kemas Samarinda. Sebab, di dalam pelabuhan itu, operasional bongkar-muat sudah menggunakan tenaga mekanik. Sedangkan untuk jumlah uang hasil pungutan yang disita akan dipilah-pilah. Menurut dia, tidak menutup kemungkinan muncul pidana pencucian uang apabila ada uang pungutan yang dibelanjakan.
Baca juga:
Kasus E-KTP, Menteri Tjahjo Kumolo Berharap Cukup 2 Tersangka
Ipar Jokowi Ungkap Koper Duit Rp 1,5 Miliar Mohan di Mobilnya
Rikwanto mengatakan, sejauh ini, sudah ada tiga tersangka dari kasus pungli tersebut. Mereka adalah DW, Sekretaris Komura, Ketua PDIB Samarinda berinisial HS, dan AN, Sekretaris PDIB Samarinda.
Kepolisian bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan mengusut persoalan pungutan liar di pelabuhan peti kemas. Wilayah yang sudah dikenai operasi tangkap tangan akan tetap diawasi. “Pelayanan tidak tertib, waktunya lama, dan biaya tinggi masih menjadi fokus pengawasan,” ucap Rikwanto.
DANANG FIRMANTO | FIRMAN HIDAYAT