TEMPO.CO, Batam - Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun mengatakan kasus yang dihadapi Sinopec di Batam adalah masalah internal perusahaan. Meski begitu pemerintah daerah akan menfasilitasi agar ada solusi dari kasus dugaan penipuan Rp 11,3 triliun itu.
"Join mereka mungkin ada masalah. Interen mereka, kami tidak tahu," kata Nurdin, Kamis, 23 Maret 2017, di Bandara Hang Nadim, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Baca : Proyek Kilang Minyak di Batam Mangkrak, Pengusaha Cina Buron
Nurdin mengatakan pihaknya akan menjadi fasilitator dari masalah internal perusahaan. "Saya pikir ini harus kami ambil tahulah. Sangat sayang investasi ini kalau tidak ada solusi dan jalan keluarnya," kata Nurdin.
Markas Besar Keplisian Indonesia mengatakan, Interpol telah mengeluarkan perintah penangkapan atau Red Notice terhadap tiga bos Sinopec. Juru bicara Kepolisian Republik Indonesia, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, mengatakan Red Notice dikeluarkan Interpol terkait dengan kasus penipuan dalam pembangunan terminal penyimpanan minyak Sinopec sebesar US$ 850 juta atau setara Rp 11,3 triliun di Indonesia.
"Tiga Red Notice sudah dikeluarkan untuk menahan mereka," kata Boy Rafli, seperti yang dilansir Channel News Asia pada 21 Maret 2017. Boy Rafli menjelaskan, pemerintah Indonesia mengajukan permohonan bantuan Interpol pada 21 Februari 2017 terhadap tiga eksekutif Sinopec yakni Zhang Jun, Feng Zhigang dan Ye Zhijun.
Sinopec membangun proyek bernama West Point Terminal di kawasan bebas perdagangan Batam. Jika proyek ini selesai, maka kawasan ini akan menjadi kilang minyak terbesar di Asia Tenggara.
Sementara itu, Nurdin mengatakan jika proyek kilang perusahaan asal Cina itu jadi dibangun, maka Provinsi Kepulauan Riau akan menjadi pusat cadangan energi Indonesia. "Ada Bintan, Batam, Karimun. Itu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Jadi kami pelajari, kira-kira apa persoalannya, apa eksternal, internal dari perusahaan ini," kata Nurdin.
Sebenarnya, pembangunan proyek kilang bernama West Point Terminal ini dijadwakan rampung pada tahun 2016. Namun proyek ini mengalami kemunduran setelah pemegang saham Indonesia mulai mengajukan gugatan yang mencapai puncaknya pada November 2015.
AMIRULLAH SUHADA | YON DEMA