TEMPO.CO, Jakarta - Timnas U-22 menelan kekalahan perdana dalam laga uji coba melawan Myanmar, Selasa lalu. Tim asuhan pelatih Luis Milla Aspas ini takluk 1-3 di depan ribuan pasang mata suporter yang memenuhi Stadion Pakansari, Cibinong.
Mantan penyerang tim nasional era 1980-an, Bambang Nurdiansyah, tak setuju jika publik mencibir melihat kekalahan skuad Milla. Sebab, menurut dia, tim nasional U-22 belum optimal menjalani latihan. "Waktu satu bulan hanya digunakan untuk seleksi pemain. Jadi tak adil jika tim nasional dihakimi sekarang," kata Bambang ketika dihubungi Tempo, kemarin.
Bambang, yang kini melatih klub Persita Tangerang, menduga para pemain tim nasional belum diajari permainan ala Spanyol secara maksimal oleh Milla. Menurut dia, Febri Hariyadi cs baru sekadar diperkenalkan dengan gaya tiki-taka oleh Milla. "Nanti, setelah dua bulan pemusatan latihan pasti akan kelihatan bedanya. Jadi mereka masih butuh waktu untuk latihan," kata dia.
Bambang pun optimistis Milla dan tim nasional masih punya waktu untuk meramu kekuatan terbaik menjelang SEA Games pada Agustus mendatang. Hal yang terpenting, Milla harus rajin menggelar pertandingan uji coba dengan tim luar negeri. Sebab, lawan yang kuat mampu secara optimal membangun kekuatan Tim Garuda Muda.
"Contohnya, pertandingan melawan Myanmar kemarin. Selain membantu membangun tim, Milla bisa tahu bagaimana peta kekuatan lawan yang bakal dihadapi Indonesia di SEA Games nanti," kata Bambang.
Sementara itu, pengamat sepak bola Indonesia, Edi Elison, beranggapan kekalahan tersebut justru menjadi sarana tepat bagi Milla untuk mengevaluasi skuadnya. "Justru kalau menang agak sulit mengevaluasi dan mencari kekurangan tim," kata Edi saat dihubungi Tempo, kemarin.
Selain itu, kekalahan dalam uji coba bakal menambah semangat ke-27 pemain tim nasional U-22 untuk semakin fokus berlatih dan menimba ilmu dari Milla. Semangat tinggi wajib dimiliki Evan Dimas dan kawan-kawan lantaran target yang ditetapkan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia bukan main-main.
Tim nasional U-22 harus meraih medali emas SEA Games 2017 dan masuk empat besar Asian Games 2018. "Namun semangat saja tak cukup untuk menjadi juara, harus kuasai taktik jitu," kata Edi.
Menurut Edi, kekalahan 1-3 dari Myanmar menunjukkan tim nasional U-22 belum bisa menerapkan gaya permainan seperti keinginan Milla. Pelatih 51 tahun itu memang ingin menerapkan gaya permainan ala Spanyol, yang menitikberatkan pada operan pendek dan aliran bola dari kaki ke kaki yang rapat.
"Buktinya, jarang sekali tim nasional memperagakan operan one-two-one saat pertandingan Selasa lalu," kata Edi.
Edi bisa memaklumi kelemahan tersebut. Sebab, tim nasional U-22 baru beberapa hari menjalani latihan taktik bersama Milla. Padahal, untuk bisa mempraktekkan operan bola-bola pendek dibutuhkan kekompakan tim. Edi menambahkan, kekompakan bisa didapat jika tim sudah terbiasa berlatih bersama. "Jadi butuh proses untuk menyatukan feeling seluruh pemain agar pemain bisa merasakan di mana saja posisi kawannya saat pertandingan," kata Edi.
Buktinya, dalam pertandingan lalu, striker Nur Hardiyanto mampu bermain padu dengan Saddil Ramdani, yang menempati posisi sayap kiri. Maklum saja, keduanya merupakan rekan satu tim di klub Persela Lamongan.
Kelemahan lain, barisan pertahanan tim nasional U-22 dianggap belum kokoh. Kesalahan komunikasi mengakibatkan celah yang mudah dilewati pemain-pemain Myanmar. "Jadi intinya, tim nasional U-22 masih butuh waktu untuk menjalin kekompakan dan taktik permainan," kata Edi.
Tim nasional U-22 langsung menggelar latihan, kemarin. Mengenai materi utama latihan, Milla ingin memperbaiki kondisi fisik pemain yang dianggap kedodoran saat babak kedua melawan Myanmar. "Kami akan cari solusi supaya mereka bisa bertahan dengan baik sepanjang pertandingan," kata Milla seusai laga, Selasa lalu.
PSSI | INDRA W