TEMPO.CO, Yangon - Pemerintah Myanmar menolak tudingan PBB terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga muslim Rohingya.
Sebelumnya, Jumat, 24 Maret 2017, lembaga hak asasi manusia PBB memutuskan mengirimkan tim pencari fakta ke negara di Asia Tenggara itu menyangkut keterlibatan militer dan pasukan keamanan dalam kekerasan terhadap muslim Rohingya.
Namun demikian keputusan PBB itu ditolak oleh pemerintah Myanmar. Koran milik pemerintah Myanmar di pemberitaannya Sabtu, 25 Maret 2017, mengutip pernyataan Menteri Luar Negeri mengatakan, pembentukan tim pencari fakta tidak menyelesaikan masalah. Justru mengobarkan konflik.
"Keputusan PBB membentuk tim pencari fakta tidak sesuai dengan situasi di lapangan dan keadaan nasional," ujar Kementerian Luar Negeri Myanmar dalam sebuah pernyataan.
PBB dan kelompok hak asasi manusia meminta pemerintah Myanmar melakukan investigasi yang bisa dipercaya masyarakat internasional terkait dengan kekerasan terhadap muslim Rohingya di sebelah utara Rakhine.
"Peristiwa yang menimpa muslim Rohingya dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan."
Wakil Direktur Human Rights Watch wilayah Asia, Phil Robertson, mengatakan, masyarakat internasional tahu bahwa pelanggaran hak asasi di negara bagian Rakhine dilakukan oleh militer bukan pemerintahan sipil yang dipimpin oleh penasehat negara Aung San Suu Kyi.
"Jika Aung San Suu Kyi dan pemerintahannya menolak investigasi oleh PBB maka mereka bisa dianggap terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia di Rakhine," ucapnya.
Sebuah serangan terhadap kantor polisi di Rakhine pada 9 Oktober 2016 direspon petugas keamanan berlebihan mengakibatkan puluhan orang tewas dan puluhan ribu orang lainnya meninggalkan Myanmar karena ketakutan.
Menurut kelompok pembela masyarakat Rohingya jumlah korban tewas bukan puluhan melainkan ratusan akibat operasi militer di Rakhine yang tertutup pemberitaan dan lembaga bantuan asing.
Setelah mendapatkan tekanan masyarakat internasional, Myanmar membentuk komisi investigasi dipimpin oleh Wakil Presiden Myint Swe, seorang bekas jenderal militer, pada awal Desember 2016.
Robertson mengatakan, komisi ini tidak kredibel karena gagal melindungi saksi mata atau korban kekerasan. Bahkan anggota komisi ini terdiri dari pejabat pemerintah yang terlibat pelanggaran hak asasi.
"Tidak ada yang bisa mempercayai pemerinth Myanmar ketika mereka mengatakan bahwa komisi investigasi yang mereka bentuk adalah independen," katanya.
PENINSULA QATAR | CHOIRUL AMINUDDIN