Misteri Batu Jodoh, Ini yang Dialami Tim Ekspedisi Datsun
Reporter: Tempo.co
Editor: Sugiharto
Minggu, 26 Maret 2017 20:33 WIB
Air terjun dan tangga menuju Gua Batu di Taman Nasional Bantimurung Bukusaraung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, pada Senin, 20 Maret 2017. Foto Tim Datsun Risers Expedition 2
Iklan
Iklan

TEMPO.CO, Makassar - Sebanyak 115 anak tangga licin itu membawa para peserta Datsun Risers Expedition (DRE) 2 ke perut Gua Batu gelap nan lembab beratap stalaktit tajam di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah mengunjungi dataran bekas dasar laut di Rammang-rammang, 40 peserta dan jurnalis peliput DRE 2 putaran terakhir di Sulawesi Selatan datang ke Taman Nasional Bantimurung pada Senin siang, 20 Maret Senin 2017.

Memang DRE 2 yang dihelat sejak 2016 fokus mengangkat budaya dan tokoh-tokoh lokal. Sebelumnya, pada DRE 1 yang digelar 2015 lebih untuk mencoba performa low cost green car (LCGC) Datsun GO+ dan Go+ Panca dengan menjelajah sejumlah wilyah Indonesia sejauh 15 ribu kilometer.

Obyek wisata Bantimurung juga dikenal sebagai The Kingdom of Butterfly, kraton kupu-kupu. Baik Ramamang-rammang maupun Bantimurung terletak di pegunungan kapur (karst) terpanjang kedua di dunia setelah karst di Cina. Dari Kota Makassar, Bantimurung dicapai sekitar 1 jam menggunakan mobil.

Di Bantimurung pun ada air terjun dan gua yang ramai dikunjungi turis, diantaranya Gua Mimpi. Bantimurung berarti menghilangkan kegelisahan juga air menderu, menurut Bahasa Bugis-Makassar.

“Sekarang menjelang musim menetas kupu-kupu jadi tidak ada kupu-kupu,” kata salah satu petugas Bantimurung, Samsir.

Tim DRE 2 di dalam Gua Batu di Taman Nasional Bantimurung. Foto: Tim DRE 2

Tiap empat orang dipersilakan memasuki Gua Batu Bantimurung berbekal senter pinjaman dari pengelola taman nasional. Tak ada pemandangan yang sangat menarik di perut gua itu, kecuali budaya masyarakat untuk bertapa dan berziarah di petilasan Karaeng Bantimurung atau Raja Bantimurung bernama Toakala. Dari pintu masuk taman nasional akan ditemui makam Toala yang berjarak sekitar 100 meter menuju Gua Batu.

Samsir menerangkan, banyak orang masuk gua untuk berdoa demi keselamatan diri dan keluarga, bahkan berharap kemajuan bisnis serta kekuasaan politik. “Tentu meminta kepada Tuhan. Tapi, Karaeng Bantimurung dikenal tokoh yang soleh dan alim,” ucap Samsir.

Jika ada yang kepeleset atau kepala terantuk stalaktit di gua secara tak sengaja, menurut dia, dipercaya cita-citanya akan tercapai. Maka seluruh peserta DRE 2 berhati-hati berjalan di dalam gua, sambil berharap terpeleset sedikit.

Kampung Phinisi di Tana Beru, Kab. Bulukumba, Rabu, 22 Maret 2017. Foto TEMPO/Jobpie 

Sambil berjalan menunduk setengah jongkok, Tempo bersama peserta DRE 2 dan Samsir memasuki celah menuju “ruangan” lain. Di sana ada cerukan di dinding batu yang ukurannya pas disandari satu orang. Diyakini itu tempat Toakala bersemedi menenangkan batin. 

Tempo mencoba duduk di cerukan tersebut. Terasa nyaman untuk bersandar. Seorang jurnalis lain dengan postur tubuh lebih besar juga mencobanya. Tubuhnya pun bisa pas masuk ke cerukan dengan nyaman.

Tak jauh dari cerukan ada semacam pancuran air dari rembesan batu yang biasa untuk berwudlu. Kemudian ada tempat salat yang sempir di antara batu sekitar 2 meter meter dari pancuran. Start DRE 2 di Kota Makassar pada Senin, 20 Maret 2017. Foto TEMPO/Jobpie S.

Sebelum memasuki “ruangan” lain tadi, terdapat cerukan di dinding gua. Di sana banyak kain dan plastik yang diikat di ujung-ujung tonjolan batu. “Ini batu jodoh,” kata Samsir, yang mengaku sudah 10 tahun bekerja sebagai pemandu turis sekaligus narator di Bantimurung.

Batu jodoh biasa didatangi pasangan muda-mudi yang ingin menikah dan pejabat atau politikus. Samsir menceritakan, menjelang pemilihan kepala daerah dan pemilu ramai pengunjung yang memanfaatkan baru jodoh untuk mendulang keberuntungan. 

Mereka mengikat kain atau plastik di ujung tonjolan batu sambil bernazar datang lagi untuk melepas ikatan tadi kalau cita-cita sudah tercapai. “Walau cuma datang untuk melepas ikatan, toh banyak yang tak melaksanakannya,” ujar Samsir.

Tapi, yang menyebalkan, beberapa bagian dinding gua ditulisi atau digambari oleh pengunjung. Ada yang menggunakan cat atau dikerat dengan batu. Samsir tak bisa memberikan banyak penjelasan mengenai pengawasan pengunjung dan pembersihan dinding Gua Batu nan gelap yang dinodai itu.

JOBPIE SUGIHARTO

Iklan

 

 

 

BERITA TERKAIT


Rekomendasi