TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang Internasional mengingatkan kalangan perbankan agar lebih ketat dalam menjalankan digitalisasi perbankan. Musababnya, kemajuan teknologi turut membawa ancaman tersendiri, semisal kejahatan siber.
Presiden Kamar Dagang Internasional (ICC) Ilham Akbar Habibie mengatakan, ada berbagai keuntungan yang dapat dipetik dari digitalisasi perbankan. Satu yang paling mencolok adalah efisiensi transaksi dari segi waktu dan biaya.
“Digitalisasi itu pada umumnya mempercepat transaksi karena memang mengurangi waktu dibandingkan jika kita melakukannya (transaksi) secara analog,” tuturnya, Senin, 10 April 2017.
Baca: Laba Naik, Kinerja Bank hingga Februari 2017 di Bawah Ekspektasi
Pada sisi lain, imbuhnya, dari segi biaya juga diyakini bisa lebih murah karena proses transaksi menjadi lebih sederhana. Tapi keunggulan digitalisasi perbankan ini juga memiliki tantangan terutama untuk mengatasi potensi kejahatan siber.
Kendati dihantui risiko tetap saja bank menjalankan digitalisasi. Beberapa bentuk teknologi informasi (TI) di bidang perbankan yang berisiko diserang kejahatan siber, kata Ilham, misalnya internet banking, mobile banking, phone banking, dan SMS banking.
Baca: OJK Jelaskan Kenapa 12 Bank Dikategorikan Sistemik
Layanan internet dan mobile banking mencakup transfer dana, pengecekan informasi saldo, mutasi rekening, pembayaran tagihan-tagihan, dan aneka pembelian. Adapun phone banking tak jauh beda dari keduanya, demikian pula layanan perbankan melalui pesan singkat.
Perkembangan layanan perbankan berbasis internet, kenyataannya memang membuka peluang bagi tumbuh suburnya praktik cyber crime di Indonesia. Buktinya pada 2013, RI tercatat sebagai negara kedua tempat bersarang kejahatan siber terbesar di dunia setelah China.
Selain itu, per Desember 2015 terdapat 3.173 kasus penipuan di bidang perbankan dengan nilai kerugian Rp104,58 miliar. Jumlah kasusnya memang turun ketimbang tahun sebelumnya yang berjumlah 53.302 kasus tetapi nilainya melonjak dari Rp23,7 miliar per Juni 2014.
“Walaupun demikian, sekecil apapun kerugian yang ada kita tetap harus menjaga keamanan nasabah,” ujar Tris Yulianta selaku Deputi Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Upaya mitigasi risiko kejahatan siber dalam implementasi TI di bidang perbankan dijalankan pemerintah. Ada Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/15/PBI/2007 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/30/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi (TI) oleh Bank Umum.
Adanya PBI salah satunya menekankan agar penerapan manajemen risiko harus terintegrasi dalam setiap tahapan penggunaan TI. Fase penggunaan TI yang dimaksud, yakni tahap perencanaan, pengadaan, pengembangan, operasional, pemeliharaan, hingga penghentian dan penghapusan sumber daya TI.
Yang pasti, tutur Ilham, mitigasi risiko tidak hanya perlu diantisipasi bank melainkan pula oleh nasabah. Aksi penipuan tak jarang disebabkan minimnya informasi yang diterima nasabah.
BISNIS