TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa yang menimpa Apin Ekwandi sungguh tragis. Ia tak mampu menyewa ambulans untuk membawa jenazah anak yang baru dilahirkan istrinya, Sri Sulasmi, di RSUD M. Yunus, Kota Bengkulu, untuk dimakamkan di kampung halamannya di Desa Sinar Bulan, Kecamatan Lungkang Kule, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu.
“Menurut pihak rumah sakit, biaya membawa jenazah ke Kaur sebesar Rp 3,2 juta, terus terang kami tidak ada uang sebanyak itu dan meminta pengurangan biaya sewa, tapi ditolak,” kata Aspin saat dihubungi Tempo, Jumat 14 April 2017.
Baca juga:
Tak Bisa Sewa Ambulans, 5 Jam Bawa Jenazah Anaknya dalam Tas
Asisten Pratama Kantor Perwakilan Ombudsman Bengkulu Irsan Hidayat mengatakan seharusnya hal seperti ini tidak perlu terjadi jika rumah sakit tidak bersikap kaku. Ia mengatakan, secara aturan, apa yang dilakukan pihak rumah sakit diatur dalam Pergub Nomor 18 Tahun 2012 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
“Jika mengacu pada Pergub memang dikenai biaya. Namun seharusnya pihak rumah sakit tidak boleh kaku, terutama pelayanan publik untuk warga miskin,” ujar Irsan.
Ia sangat menyayangkan tindakan rumah sakit tidak mencari alternatif lain. Misalkan berkoordinasi dengan lembaga sosial dan pengusaha yang banyak memiliki fasilitas ambulans gratis, termasuk partai politik. “Jangan hanya berpatokan dengan Pergub karena, sebagai pelayan masyarakat, pelayanan publik harus diutamakan,” kata Irsan.
Selanjutnya, pihak Ombudsman akan berkoordinasi dengan DPRD, gubernur, dan manajemen rumah sakit terkait perbaikan layanan rumah sakit kepada masyarakat. Tak mampunya Aspin dan Sri Sulasmi menyewa ambulans membuatnya harus memeluk tas plastik berisi jenazah anaknya selama 5 jam perjalanan menggunakan angkutan umum. Mereka sepanjang jalan menahan tangis.
PHESI ESTER JULIKAWATI