TEMPO.CO, Jakarta -Percaya atau tidak, tantrum atau ledakan emosi adalah bagian dari bentuk emosi yang paling penting bagi anak balita. Ketika anak merengek bahkan mengamuk di depan umum, banyak orang tua yang merasa kewalahan. Bagi perkembangan anak, tantrum bukanlah hal buruk.
Ternyata tantrum bagi anak merupakan proses pembelajaran juga. Berikut 5 alasan yang memperlihatkan bahwa tantrum yang dialami anak bukanlah hal yang buruk dikutip dari laman Parents:
1. Melepaskan stres
Air mata mengandung kortisol atau hormon stres. Artinya, ketika kita menangis sebenarnya kita sedang melepaskan stres dari tubuh kita. Air mata juga dikenal dapat menurunkan tekanan darah serta meningkatkan kesehatan emosi seseorang.
Perhatikan ketika tantrum anak sudah berlalu, maka mood anak akan menjadi lebih baik. Akan sangat membantu jika orang tua tidak melakukan interupsi ketika anak tantrum sampai ia benar-benar mengakhiri perasaan buruk yang sedang dirasakan.
“Menangis bukanlah rasa sakit, tetapi proses untuk melepaskan rasa sakit,” kata penulis buku Rest, Play, Grow: Making Sense of Preshoolers Deborah MacNamara.
2. Menangis bisa membantu anak untuk belajar
Ada seorang anak berumur 5 tahun bermain lego, menyusunnya menjadi sebuah bangunan. Namun, tiba-tiba dia menangis karena dia tidak bisa membentuknya seperti yang dia mau. Setelah beberapa saat mengalami proses tantrum, akhirnya dia duduk kembali dan memperbaiki bentuk bangunan tersebut.
Tantrum adalah proses bagi anak untuk mengekspresikan rasa frustasinya. Dengan begitu, mereka bisa membersihkan pikirannya untuk belajar hal yang baru. Bagi anak, proses belajar terjadi secara alami seperti halnya bernapas.
Tantrum yang terjadi ketika itu dikarenakan mereka tidak bisa berkonsentrasi. Percayalah, proses belajar anak merupakan gabungan dari rasa relaks dan sedih.
3. Tantrum membantu anak tidur lebih baik
Kebanyakan orang tua berpikir pendekatan terbaik dari tantrum adalah dengan menghindarinya. Padahal hal itu justru membuat anak memuncak emosinya. Karena ketika otaknya sedang beristirahat dan terus terbangun, ia merasa stres. Namun, ketika kita membiarkan anak meluapkan emosinya ketika dia sedang aktif bermain, maka drama sebelum tidur tidak akan terjadi.
4. Berkata ‘tidak’ adalah hal yang baik
Berkata ‘tidak’ berarti Anda memberikan batasan kepada anak, mana hal yang dapat diterima dan tidak. Terkadang, orang tua berusaha mati-matian tidak berkata ‘tidak’ hanya untuk menghindari ledakan emosi anak. Padahal kita bisa menghadapinya dengan rasa cinta, empati, atau pelukan. Berkata ‘tidak’ berarti Anda tidak takut untuk menghadapi kekacauan dan bagian yang paling mnguras emosi dalam masa parenting.
5. Anak merasa aman untuk mengatakan perasaannya
Tidak semua anak memanipulasi orang tuanya dengan menggunakan trik tantrum untuk mendapatkan apa yang dia mau. Banyak juga anak yang menerima larangan yang Anda terapkan. Kalaupun anak tidak bisa menerimanya, rengekan itu hanya bagian dari ekspresi dari perasaannya. Namun, Anda tetap bisa mempertahankan kata ‘tidak’ dan berempati dengan kesedihannya. Berikan respons kasih sayang ketika anak mulai meledakkan emosinya sehingga anak akan merasakan kenyamanan meski dia sudah menangis dan membuat kehebohan.
Berita lainnya:
Uniknya Seni Buih Tiga Dimensi di Secangkir Kopi
Bukan Bermain, Sekarang Saatnya Pakai Candy Crush
8 Tanda Anak Siap Ditinggal Sendirian di Rumah