TEMPO.CO, Jakarta - Hariette K.Mingoen, peneliti keturunan Jawa yang bermukim di Belanda, terlihat telaten membatik motif kupu-kupu. Dia sengaja datang dari Negeri Kincir Angin ke Benteng Vredeburg di Yogyakarta. Di tempat itu, Hariette berkumpul bersama 200 penerus tradisi Jawa yang tinggal di berbagai belahan dunia dalam perhelatan Ngumpulke Balung Pisah Javanese Diaspora, 17-23 April 2017.
Selain di Belanda, mereka di antaranya tinggal di Malaysia, Singapura, New Caledonia, dan Suriname. Kegiatan Javanese Diaspora ini telah berlangsung tiga kali yakni pada 2014, 2015, dan tahun ini. Ketiganya digelar di Yogyakarta.
Hariette adalah keturunan imigran dari Kutoarjo, Purworejo, Jawa Tengah. Menumpang kapal William, kakek buyutnya, Jogowijoyo pada 1901 pergi ke Suriname untuk menjadi buruh perkebunan. Suriname waktu itu bernama Guyana. Belanda yang menjajah Suriname mempekerjakan orang-orang Jawa di perkebunan tebu, cokelat, kopi sebagai buruh kontrak. Pekerja yang dibawa ke Suriname ini sebagian dipaksa atau diculik. “Hidup mereka sulit dan berusaha keras bertahan,” katanya kepada Tempo, Rabu, 19/4, lalu.
Hariette adalah generasi ketiga keturunan Jawa yang lahir di Suriname pada 1954. Ia hijrah ke Belanda di tahun 1973 karena mendapat beasiswa dari Jurusan Sosiologi Universitas Leiden. Ia kini menjadi ketua perkumpulan keturunan Jawa di Den Haag, Belanda. Komunitas itu diberi nama Stichting Comite Herdenking Javaanse Immigratie.
Hariette rajin mengumpulkan para imigran Suriname keturunan Jawa yang hijrah ke Belanda. Ia juga menulis tiga buku berbahasa Belanda tentang keturunan Jawa di Suriname maupun budaya Jawa bersama kawannya. Di antaranya berjudul Stille Passanten Levensverhalen Van Javaans Surinaamse Ouderen in Nederland. Buku itu ia tulis bersama sejarawan lisan, Yvette Kopijn. Ketiga bukunya ditulis berdasarkan sudut pandang keturunan Jawa di Suriname. “Kami menggambarkan bagaimana imigran keturunan Jawa-Suriname bertahan hidup,” ujar dia.
Di Belanda, kata Hariette, terdapat 25 ribu orang keturunan Jawa-Suriname. Mereka tersebar di sejumlah kota dan berhimpun dalam komunitas. Selain Den Haag, komunitas keturunan Jawa juga ada di Amsterdam, Rotterdam, dan Groningen.
Komunitas-komunitas keturunan Jawa-Suriname itu membentuk asosiasi. Mereka aktif menggelar kegiatan yang berhubungan dengan budaya Jawa. Setiap tahun mereka membuat enam hingga tujuh acara budaya Jawa. Ada gamelan, tarian Jawa Srimpi, ludruk, wayang kulit, dan pencak silat. Mereka juga melestarikan tradisi selamatan.
Selanjutnya: Tetap bertahan berkat kekuatan gotong-royong