TEMPO.CO, Jakarta - Harga tembaga merosot ke level terendah baru pada 2017 seiring dengan melambatnya permintaan China sebagai konsumen terbesar di dunia.
Pada penutupan perdagangan Senin, 8 Mei 2017, harga tembaga di bursa London Metal Exchange (LME) merosot 99 poin atau 1,77 persen menuju US$ 5.486 per ton. Ini merupakan level terendah sejak 29 November 2016.
Sepanjang tahun berjalan, harga tembaga turun 0,89 persen. Tahun lalu, harga tembaga tumbuh 16,91 persen dan ditutup di level US$ 5.535 pada 30 Desember 2016. Peter Thomas, senior vice president perusahaan broker logam Zaner Group, mengatakan pembelian China menjadi refleksi pasar tembaga global. Ketika konsumsi melambat, harga juga akan bergerak menurun.
"Cina menjadi faktor utama yang memengaruhi harga tembaga saat ini," tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa, 9 Mei 2017.
Baca:
Mandiri Online Diduga Diretas, BI Gelar Investigasi
Kunjungi Jayapura Besok, Ini Kegiatan Jokowi
BI: Cadangam Devisa April 2017 Capai USD 123,2 Miliar
Terkini, pasar merespon data awal Bea Cukai China yang menyatakan impor tembaga olahan pada April 2017 turun 30 persen dari bulan sebelumnya menjadi 300.000 ton. Harga semakin tertekan karena stok tembaga di LME mengalami lonjakan. Padahal, tembaga menjadi komoditas yang paling aktif diperdagangkan di LME.
Harga logam lainnya tampak bervariasi. Harga aluminium merosot 24 poin atau 1,26 persen menuju US$ 1.879 per ton. Sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd), harga menguat 10,99 persen.
Dalam waktu yang sama, seng menguat 7 poin atau 0,27 persen menjadi US$ 2.589 per ton. Harga tumbuh 0,50 persen secara ytd. Logam timbal menurun 11,50 poin atau 0,53 persen menuju US$ 2.169,50 per ton. Secara ytd, harga naik 7,59 persen.
Timah berhasil menghijau 125 poin atau 0,64 persen menjadi US$ 19.700 per ton. Namun, secara ytd harga masih terkoreksi 6,75 persen. Nikel juga menguat 5 poin atau 0,05 persen menjadi US$ 9.145 per ton. Secara ytg, harga merosot 8,73 persen.