TEMPO.CO, Jakarta -Basuki Cahaya Purnama atau Ahok, seolah tak habis jadi bahan pembicaraan. Setelah keputusan kasusnya kemarin, Selasa, 9 Mei 2017, media sosial gempar lagi dengan berbagai komentar dan debat.
Ikut berkomentar tentang kasus Ahok, atau kasus lain yang juga sedang ramai seperti soal pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh pemerintah Indonesia, boleh-boleh saja. Asal jangan kebablasan. Kalau tidak, mungkin bisa fatal akibatnya. Simak saja hasil survey yang dilakukan American Psychological Association (APA) yang dilakukan terhadap 1300 pekerja di Negeri Paman Sam itu.
APA ini melakukan survey terkait perbincangan dan perdebatan politik intens yang terjadi saat kampanye presiden Amerika Serikat belum lama ini. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa 23 persen responden merasa tegang dan tertekan. Sekitar 21 persen lainnya merasa lebih sinis atau cenderung berpikiran negatif di tempat kerja. Sementara 40 persen lainnya mengalami penurunan dalam produktivitas dan kualitas kerja, juga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan.
Direktur Center for Organization Effetiveness, APA, David Ballard menyebutkan bahwa terkejut dengan fakta yang terungkap dari hasil penelitian mereka. “Selain produktivitas, kondisi semacam itu dapat berdampak langsung pada kesehatan mental seseorang,” ujarnya seperti dilansir Washington Post.
Fakta lain, juga terungkap bahwa responden wanita ternyata lebih banyak yang merasakan dampak negatif dari kondisi tersebut, yaitu 20 persen, sementara survey tahun lalu hanya 9 persen. Sayang tak disebutkan penyebabnya kenapa.
Menyikapi kondisi ini, Spesialis Kedokteran Jiwa dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera , Tanggerang, Dr Andri, menyebutkan bahwa sebetulnya sah-sah saja berpendapat atau berkomentar di manapun termasuk di media sosial. “Apalagi di era keterbukaan ini, sumber informasi tersebar di mana-mana,” katanya kepada Tempo, Rabu 10 Mei 2017 siang.
“Tapi ya harus bertanggung jawab dan dasarnya harus kuat,” katanya buru-buru menambahkan.
Disebutkan pula bahwa ada orang yang memang punya karakter untuk mencari perhatian atau sekadar ingin curhat, sehingga mereka segera mengupdate statusnya dengan berita yang baru diterimanya tanpa periksa dulu. Dan Andri juga menyebut ada juga karakter yang senang sekali jika statusnya banyak ditanggapi.
“Sulit menentukan orang seperti itu punya ciri kejiwaan seperti apa,” katanya. Yang pasti, jika status update nya kemudian menimbulkan perdebatan, maka mungkin rasa kesal akan dialami yang bersangkutan. Dan lebih jauh efeknya seperti terungkap dari penelitian APA tadi.
Ahok atau pun HTI bisa menjadi berita asyik, asal fungsi media sosial kembali ke fungsi asalnya. Seperti disebutkan Andri, "Jadikan media sosial sesuatu yang membuat kita bahagia. Bukan bikin bête, bikin kesel sehingga unfollow atau unfriend kawan-kawan kita sendiri,” ujarnya serius.
SUSAN
Baca juga :
8 Sikap Dokter yang Diharapkan Pasien
5 Langkah Jitu Terbebas dari Hubungan yang Abusive
Mana Lebih Menyakitkan, Bercerai atau Dipecat?