TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menandatangani nota kesepahaman penguatan HAM dengan International NGO Forum on Indonesian Development (Infid). Acara itu berlangsung di Jakarta pada Senin, 15 Mei 2017.
“Kesepakatan ini terkait dengan meningkatnya segregasi suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang tidak sejalan dengan HAM dan semangat Pancasila,” ujar Ketua Komnas HAM Nur Kholis.
Baca juga: Komnas HAM: Isu Kebebasan Beragama Jadi Perhatian HAM PBB
Dalam nota kesepahaman tersebut, kedua lembaga berkomitmen untuk mendorong pemerintah daerah mewujudkan kota ramah HAM. Mereka menginisiasi seratus wali kota dan bupati untuk turut menandatangani MoU penegakan HAM di daerah masing-masing.
“Peran kepala daerah itu sangat penting dalam mewujudkan toleransi. Kami akan menguatkan fungsi kepala daerah untuk memajukan HAM di Indonesia,” katanya.
Komnas HAM akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM menyusun kriteria wali kota dan bupati yang dianggap mempunyai perspektif HAM yang baik.
Nur menyebutkan, kota yang toleran terhadap perbedaan dan korban-korban HAM akan masuk sebagai kriteria. Dari sekitar 300 wali kota dan gubernur, akan diseleksi hingga 100 wali kota dan bupati saja.
Nur berharap, penandatanganan MoU oleh 100 wali kota dan bupati nanti dapat mengatasi kasus-kasus intoleransi di berbagai daerah.
“Kalau di daerah sudah diatasi, persoalan HAM tidak akan meluas sampai nasional atau skalanya bisa turun, sehingga tidak ada tindakan-tindakan esktrim seperti sekarang yang cenderung saling balas.”
Simak juga: Soal Pemeriksaan, Komnas HAM: Tak Istimewakan Rizieq Syihab
Nur juga berharap seratus wali kota dan bupati yang terpilih nanti akan menganggarkan dana khusus untuk pemenuhan hak-hak warga di tiap daerah.
Contohnya, kata Nur, anggaran khusus membuat trotoar yang layak bagi pejalan kaki dan fasilitas-fasilitas publik yang ramah bagi orang berkebutuhan khusus.
DWI FEBRINA FAJRIN | UWD