TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan perlunya Indonesia memiliki Undang-Undang yang mengatur soal pengendalian harga pasar.
“Saya sepakat Indonesia harus punya price control act sama seperti Malaysia dan Filipina,” ujarnya di Ruang Rapat Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat RI, Senayan, Jakarta Selatan, Senin, 29 Mei 2017.
Enggar berujar dengan adanya UU itu maka harga tidak bakal bisa menabrak harga yang menjadi batasan itu, meski terjadi perubahan kuantitas pada stok komoditas. “karena konsekuensinya akan besar sekali,” kata dia.
Baca: Pemerintah Diminta Serius Jaga Stabilitas Harga Menjelang Puasa
Selama ini pemerintah mengendalikan harga pasar melalui kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah misalnya meminta bulog untuk membeli stok komoditas atau membuat operasi pasar. Namun, Harga Eceran Tertinggi yang dipasang pemerintah hanya menjadi acuan saja tanpa adanya sanksi apabila nilai itu terlewati.
Enggar meminta ijin agar pemerintah dapat membahas undang-undang ini sebelum berkonsultasi dengan komisi VI dan Badan Legislasi. “Untuk nantinya menjajaki agar hal ini masuk dalam program legislasi nasional,” ujarnya.
Senada dengan Enggar, Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono menekankan perlunya UU pengendalian harga itu lantaran dia telah melihat penerapannya di Malaysia. Malaysia, kata dia, telah berhasil menerapkan harga yang sama di seluruh wilayahnya. “Dan kalau lebih dari harga yg ditetapkan sesuai UU-nya, maka bisa dimasukkan penjara,” kata dia.
Simak: Harga Pangan Bergejolak, Polri Bentuk Satgas Khusus
Dia menilai harga yang ditetapkan untuk komoditas-komoditas di Malaysia jauh lebih murah dari komoditas yang masuk ke Indonesia, padahal pemerintah Malaysia telah memberikan harga dengan keuntungan 10 persen bagi penjual. “Misalnya, kami sudah cek di Malaysia harga gula itu sekitar Rp 8000-an sudah dengan keuntungan 10 persen,” ucapnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Tjahya Widayanti menyatakan hingga kini pemerintah perlu melakukan kajian akademis dan perhitungan yang mendalam terkait kebijakan itu. Sebabnya, kalau Undang-Undang itu diterapkan, pemerintah mesti siap pemerintah mesti menyiapkan pendanaan untuk menanggulangi gejolak harga di pasar.
Selama ini, kata dia, baru beras yang telah diantisipasi kestabilan harganya melalui pendanaan dari pemerintah. “Kalau selama ini untuk beras kan sudah ya. Kalau semuanya ya perlu perhitungan. Kalau semua diperlakukan seperti beras maka berapa banyak negara harus keluar anggaran?” kata dia.
CAESAR AKBAR | WAWAN PRIYANTO