TEMPO.CO, Jakarta - Sebelum teknologi keuangan (financial technology) populer, DOKU sudah merintis pembayaran layanan digital (belanja online). Layanan yang diberikan menjembatani ketidakmampuan produsen atau penjual dengan konsumen dalam bertransaksi secara online, melalui layanan transfer, peer to peer, Internet banking, SMS banking, serta kartu kredit.
Pada 2007, DOKU menjalin kerja sama dengan 50 merchant. Sepuluh tahun kemudian, DOKU menggandeng lebih dari 25 ribu merchant, termasuk AirAsia, Oppo, dan Sinar Mas. Pengguna juga diberikan opsi pembayaran investasi jangka panjang seperti reksa dana.
Baca: Orang Indonesia Masih Takut Belanja Online
"Edukasi untuk investasi ini penting. Sekaligus kami lihat dan eksplorasi, mana yang sesuai untuk konsumen kami," kata Chief Operating Officer PT Nusa Satu Inti Artha (DOKU), Nabilah Alsagoff. Berikut ini petikan wawancara Nabilah dengan Putri Adityowati dari Tempo di kantornya, Jakarta, pada 11 April lalu. Berikut ini petikannya:
Bagaimana Anda mulai membangun bisnis ini 10 tahun lalu?
Waktu itu financial technology belum hot, tapi kami masuk duluan untuk mendorong e-commerce. Pada 2007, masih lambat sekali, tapi kami harus bergerak cepat. Kami mulai memberi layanan supaya merchant bisa melakukan pembayaran secara online. Kalau dibandingkan dengan negara lain, semua transaksi menggunakan kartu kredit. Di sini, kartu kredit bukan solusi utama. Saat itu, yang kami pikirkan bagaimana cara lain yang bisa dipakai usaha kecil-menengah. Dulu mereka terbiasa dengan cara manual, seperti pembayaran tunai atau transfer bank, dan memerlukan tanda konfirmasi.
Simak: Asyiknya Belanja Online Versi Diana Rikasari
Lalu kami masuk ke e-Wallet. Kami minta ke Bank Indonesia agar dapat mendekati pasar yang berminat belanja online tapi tak ada pembayaran. Misalnya, remaja di bawah 18 tahun sudah konsumtif, tapi mereka tak ada kartu kredit. Jadi, kami gunakan kesempatan untuk menjembatani konsumen ke penjual. Kami berada di dua sisi, bagaimana menghubungkan antara konsumen dan penjual tanpa kontak, serta menghubungkan antara konsumen dan konsumen seperti saat transfer uang.
Sepuluh tahun lalu UKM belum banyak menggunakan transaksi digital, mengapa Anda masuk ke sana?
Saya dan dua rekan lain sejak dulu bergelut di telekomunikasi. Kami juga mengekspos ke pembayaran mikro, tapi buat kami itu tidak bisa jangka panjang. Lalu ada kesempatan untuk mulai ke pembayaran digital.
Bagaimana Anda meyakinkan bank dan merchant untuk bekerja sama?
Sangat sulit karena saat itu kami pemain baru. Kami mulai 2005, tapi yang bisa kami jalankan secara rapi sejak 2007. Saat itu lahir Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jadi, transaksi elektronik semuanya ada, seperti ATM, EDC, dan Internet banking. Tapi e-commerce banking belum ada. Kami sudah explore, tapi belum ada bank yang mau bergabung.
Di situlah kami mendapat dukungan dari Menteri Komunikasi dan Informatika. Ini kesempatan, akhirnya kami dapat bank, dan ada satu merchant yang sudah siap, yaitu asuransi.
Bagaimana Anda meyakinkan konsumen bahwa transaksi digital aman?
Dulu, Garuda sudah heboh dengan online dan akan go online, tapi enggak mau ambil risiko. Kami melihat, jika kami tak ambil risiko ini, tentu tidak jalan. Jadi, kami putuskan, kamilah yang akan memitigasi dan memastikan bisnis itu tidak terganggu oleh fraud dan lainnya. Bank juga bisa percaya diri. Kami mampu membuktikan bahwa kami bisa mengontrol. Kami tidak merugikan merchant yang besar. Kami membuat tim anti-fraud sendiri. Selalu memantau.
Berapa banyak merchant yang bekerja sama dengan DOKU?
Tahun pertama, kami bekerja sama dengan 50 merchant, tapi sekarang sudah ada 25 ribu. Ada sekitar 1,5 juta orang yang sudah punya akun Doku. Tapi kalau bicara berapa transaksi yang masuk ke sistem, total ada 17 juta data transaksi.
BPS mencatat pertumbuhan perdagangan berbasis elektronik meningkat 17 persen dalam sepuluh tahun terakhir. Bagaimana tren transaksi digital saat ini?
Ini kami lihat dari segala industri. Kartu kredit menjadi opsi pertama, tapi di Indonesia transfer bank masih penting sekali karena tidak semua orang percaya lewat kartu kredit. Negara ini juga masih orientasi tunai. Jadi, kami masih menyediakan channel yang membayar lewat tunai. Ada juga lewat e-Money karena masyarakat masih memastikan ini aman atau tidak, tepercaya atau tidak. Tapi karena DOKU sudah populer dengan merchant yang ada, jadi cakupan sudah lebih luas.
Seberapa besar penggunaan tarik tunai melalui merchant seperti Alfamart?
Di sini kan sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia untuk memastikan siapa yang bisa tarik tunai. Tarik tunai di Alfamart nilainya kecil. Mereka bisa tarik berapa saja, tapi tren konsumen kami mereka tak banyak tarik tunai, melainkan belanja. Masukkan duit e-Wallet, lalu dipakai belanja, baru sisanya cash out (ditarik) di Alfamart. Penarikannya pun sedikit, tak sampai Rp 500 ribu. Caranya juga sangat mudah. Dari sisi risiko, kami sudah tahu konsumen kami, background mereka siapa, termasuk merchant-nya.
Belakangan tak hanya sistem bayar atau tarik tunai yang dilayani, tapi juga investasi. Apa tujuannya?
Kami memang mau memperluas fitur dan fungsi di dalam e-Wallet. Karena sebagai non-bank dan orientasi kebanyakan dari UKM, orang yang menaruh duit di kami, mereka tak ada ketertarikan investasi. Kami bekerja sama dengan reksa dana untuk mengedukasi. Seandainya mau tabungan, kami bekerja sama dengan pihak ketiga. Kami sedang mempelajari konsumen kami lagi senang di mana. Yang lagi hot, fund lending, reksa dana.
Kira-kira apa inovasi yang akan diluncurkan tahun ini?
Dari sisi merchant, kami mendukung UKM. Kami buat payment link. Dengan ini, merchant dengan berbagai ukuran, bahkan dengan satu produk pun, bisa menggunakan sistem itu. Payment link ini menyediakan seluruh opsi pembayaran, kartu kredit, atau hanya yang risiko kecil seperti e-Money dan transfer. Merchant juga bisa mengatur bisnisnya.
Dari sisi konsumen, kami akan membuat dari sisi transfer lebih mudah. Belanja di online tak perlu ribet, tinggal pakai DOKU Wallet. Pengecekannya juga lebih mudah.
Hingga kini DOKU belum tertarik menerima suntikan modal investor? Mengapa?
Kami belum ingin agresif ke pasar. Dari sisi pembayaran, ini adalah investasi jangka panjang. Untuk mendapatkan partner tepat, mereka harus menunjukkan punya nilai strategi yang bagus. Ini bukan hanya soal uang, tapi karena ada produk konsumen. Edukasi pasar itu penting.
Bagaimana caranya bertahan dari kantong sendiri?
Kami punya shareholder yang menaruh modal di perusahaan ini. Ada komitmen kuat di antara kami. Kami bermula dari tiga orang, lalu pada 2010 kami punya partner dan shareholder baru yang juga mendanai.