TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, memperkirakan pengaturan ambang batas pengajuan calon presiden dan wakil presiden dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu atau RUU Pemilu bisa berakhir pada uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Menurut Yusril, MK pun berpotensi membatalkan pasal ambang batas presidensial tersebut.
Yusril berpendapat pembatalan soal dalam RUU Pemilu tersebut dimungkinkan lantaran MK sendirilah yang memutuskan ketentuan pemilu serentak pada 2019. “Logika Pemilu serentak adalah tidak adanya ambang batas,” kata Yusril dalam keterangan tertulis pada Kamis malam, 16 Juni 2017. Maka, ia pun menilai pengaturan ambang batas pencalonan preisden inkonstitusional.
Baca juga: Usul Presidential Threshold 20 Persen, Mendagri: Tolong Dong...
Pembahasan RUU Pemilu antara parlemen dan pemerintah berjalan alot. Setidaknya ada lima isu krusial belum disepakati: sistem pemilu, ambang batas pencalonan presiden, ambang batas parlemen, alokasi kursi per daerah pemilihan, dan metode konversi suara ke kursi. Soal presidential threshold, pemerintah bersikukuh agar syarat pengajuan calon adalah parpol atau gabungan parpol yang mendapatkan 20-25 persen suara.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pun meminta parlemen mengakomodasi usulan pemerintah. Bahkan, jika tidak ada titik temu hingga Senin, 19 Juni 2017, Tjahjo mempertimbangkan memilih untuk tidak melanjutkan pembahasan. Ia pun mempertimbangkan untuk menyusun peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) sebagai dasar pemilu pada 2019.
Yusril menilai keinginan pemerintah yang didukung oleh fraksi PDIP, Golkar dan Nasdem agar ambang batas pencalonan presiden dan wapres dengan angka 20-25 persen kursi DPR bisa melahirkan pasangan capres tunggal atau koalisi tunggal. Kalaupun ada hanya akan ada satu pasangan calon. “Perbedaan paling hanya pada calon wapres saja. Keadaan ini tentu tidak sehat bagi pertumbuhan demokrasi,” ujarnya.
Yusril Ihza Mahendra pun mengusulkan agar implementasi Pasal 22E UUD 1945 yang menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pemilu dilaksanakan. “Pemilu yang pesertanya partai politik itu hanyalah Pemilu Legislatif.. Jadi partai atau gabungan partai itu mencalonkan pasangan Presiden dan Wakil Presiden sebelum Pileg itu sendiri,” ujarnya.
ARKHELAUS W.