TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Pending Dadih Permana mengatakan asuransi usaha tani padi belum mencapai target. Padahal, program ini penting agar membantu petani yang mengalami kerugian akibat gagal panen.
"Coba lihat tanaman padi kita rata-rata lima tahun kena banjir dan kekeringan sampai 528 ribu hektare," kata Dadih saat ditemui di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Senin, 19 Juni 2017.
Dadih menuturkan pihaknya ingin melayani asuransi pertanian sampai 1 juta hektare lahan pertanian pada 2017. Sedangkan sampai 19 Juni 2017, lahan pertanian yang sudah dicover baru mencapai 353.189 hektare.
Menurut Dadih, rata-rata dalam lima tahun terakhir banyak sekali lahan terkena serangan penyakit tanaman. Dengan mengikuti asuransi, petani bisa melakukan klaim asuransi jika ada kerusakan tanaman mencapai 75 persen dari satu petak lahannya.
Untuk asuransi tani ini, petani cukup membayar premi Rp 36 ribu dan sisanya Rp 144 ribu ditanggung pemerintah. "Prosesnya ke depan perlu edukasi yang masif kepada para petani," ujar Dadih.
Sedangkan asuransi usaha ternak sapi diberikan untuk membantu mengamankan stok indukan sapi. Pasalnya, sering kali di lapangan sapi indukan mati terserang penyakit atau hilang.
Jika peternak mengikuti asuransi ini, segala hal di atas bisa diganti melalui klaim asuransi. Untuk asuransi ternak sapi, peternak hanya membayar premi Rp 40 ribu, sedangkan sisanya Rp 160 ribu ditanggung pemerintah.
Dadih menjelaskan, asuransi ini membuat sapi betina bisa terus terjaga keberadaannya dan diharapkan bisa menambah populasi ternak di Indonesia. Hingga 19 Juni 2017, baru 30.219 ekor sapi yang ditanggung asuransi usaha ternak sapi baru dari target 2017 sebesar 120 ribu ekor sapi.
Dadih mengatakan untuk sementara asuransi baru diberikan pada sapi dan padi. Pihaknya ingin berkonsentrasi dulu di dua komoditas ini, namun tak menutup kemungkinan ke depannya komoditas lain bisa dicover asuransi.
DIKO OKTARA