TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menuturkan penyebab tutupnya bisnis retail 7-Eleven lebih disebabkan persaingan bisnis mode dengan minimarket sejenis.
Ia mengatakan, jika diperhatikan, toko kelontong 24 jam asal Amerika Serikat itu sebenarnya seperti restoran dan berada di permukiman. Sebab, restoran memang diperbolehkan didirikan di permukiman.
“Itu bukan retail. Kalau menurut saya, bisnis modelnya dia (7-Eleven) terlalu mengandalkan profit perdagangan. Kalau kita lihat minimarket yang lain, ambil profitnya sedikit sekali,” tuturnya saat ditemui di Kementerian Koordinator Kemaritiman, Senin, 3 Juli 2017.
Simak: Penyebab Sevel Tutup Versi Menteri Darmin
Menurut Darmin, minimarket sejenis mengambil sedikit profit sehingga 7-Eleven kalah saing. “Ini urusan bisnis model. Sehingga bukan itu bisnis model yang pas karena akhirnya pesaingnya mengungguli dia (7-Eleven),” katanya.
Menurut Darmin, bisnis 7-Eleven di tempat lain tak sepenuhnya hancur seperti di Indonesia. “Kita ini saja (bisnis 7-Eleven di Jabodetabek) yang agak lain. Makanya, kami coba mempelajari secara lebih mendalam apakah bisnis model yang berjalan sekarang ini sebenarnya menguntungkan secara nasional atau tidak,” ucapnya.
Sebelumnya, gerai minimarket 7-Eleven ditutup setelah batalnya proses akuisisi jaringan toko retail ini oleh perusahaan Thailand Charoen Pokphand. Direktur PT Modern Internasional Chandra Wijaya mengatakan penutupan gerai 7-Eleven akan efektif pada 30 Juni 2017.
“Seluruh gerai 7-Eleven di bawah manajemen PT Modern Sevel Indonesia, yang merupakan salah satu entitas anak perseroan, akan menghentikan segala operasinya,” tulis Chandra saat pengumuman keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia, Jumat, 23 Juni lalu.
DESTRIANITA | AMMY HETHARIA