TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo bertemu dengan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte di sela pertemuan G20 di Hamburg, Jerman. Dalam pertemuan ini, presiden meminta Belanda adil terkait ekspor Kelapa Sawit Indonesia ke Eropa.
Jokowi meminta isu ekspor kelapa sawit Indonesia ke Eropa ini diperhatikan. Sebab kelapa sawit Indonesia terus mengalami kampanye negatif di Eropa. Salah satunya lewat resolusi Parlemen Eropa mengenai sawit dan deforestasi. “Penjelasan Indonesia sebelum resolusi sama sekali tidak diperhatikan," katanya dalam keterangan pers yang diterima dari Sekretariat Presiden, Sabtu, 8 Juli 2017.
Meski resolusi tersebut sifatnya tidak mengikat bagi eksekutif, namun Jokowi merasa khawatir kampanye hitam dan diskriminasi tersebut akan merugikan ekspor sawit Indonesia. "Saya meminta kiranya Belanda dapat memberlakukan secara fair ekspor sawit Indonesia ke Eropa," ucapnya.
Simak: Peringkat Investasi Sektor CPO Turun Karena Tiga Faktor Ini
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengharapkan Belanda dapat mendukung upaya Indonesia agar model kerja sama standarisasi kayu dan produk kayu melalui FLEGT dapat juga dibuat untuk sawit.
Dari sisi hubungan perdagangan dan investasi, Jokowi menyebut Belanda sebagai salah satu mitra terpenting Indonesia di Eropa. Namun dalam beberapa tahun ini, angka perdagangan kedua negara menunjukkan tren menurun.
Ia meyakini apabila negosiasi Indonesia-EU CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) telah selesai, maka perdagangan bilateral akan alami peningkatan. "Harapan saya, trend ini akan berbalik menjadi positif. Oleh karena itu, perlu kerja keras kita untuk mewujudkan trend positif perdagangan," tuturnya.
Selain masalah ekonomi, kedua pemimpin ini mendiskusikan mengenai penanggulangan terorisme. Presiden Jokowi menggarisbawahi maraknya aksi radikalisme dan terorisme di berbagai belahan dunia termasuk Asia dan Eropa.
Serangan terorisme yang terjadi di Marawi, Filipina, merupakan contoh penyebaran ideologi radikal. Aksi teror dan pendudukan kota ini membuat ratusan ribu penduduk terpaksa mengungsi. "Serangan dan pendudukan kota Marawi ini menjadi wake–up call bagi kita semua tentang semakin tingginya bahaya terorisme," ucap Presiden.
Situasi ini, kata presiden, dapat mengancam stabilitas kawasan. Sebabnya, Indonesia berinisiatif mengadakan pertemuan tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina. "Untuk menyatukan langkah dan kerja sama tiga negara memberantas terorisme," kata Presiden.
AHMAD FAIZ