TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan Singapura, Hongkong dan Switzerland siap bertemu dengan pemerintah Indonesia untuk membicarakan dana yang disimpan WNI di negara tersebut. Tiga negara itu selama ini banyak menampung rekening milik Warga Negara Indonesia (WNI).
Ketiga negara menyatakan kesiapannya untuk mematuhi standar internasional terkait dengan masalah tax invasion (penghindaran pajak) dan tax avoidance (menghindari pajak) yang menjadi salah satu rekomendasi pada KTT G20, di Hamburg, Jerman.
“Dalam pertemuan G20, tiga negara yaitu Hongkong, Switzerland, serta Singapura, khusus meminta bertemu dan menjelaskan bahwa mereka mengikuti standar internasional itu, bahkan siap untuk menerima Kementerian Keuangan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, sebagaimana dikutip dari laman setkab.go.id, Senin, 10 Juli 2017.
Sri Mulyani memperkirakan, saat ini masih ada dana milik WNI di luar negeri sebanyak Rp 1.000 triliun. Sekitar 60 persen atau Rp 600 triliun dari dana tersebut berada di Singapura.
Sri Mulyani bersyukur karena Singapura sudah menyampaikan sikap mengikuti ketentuan internasional terkait penghindaran pajak itu. Singapura menyampaikan dengan Indonesia sekarang dia siap untuk melakukan bilateral yang sebelumnya masuk di dalam multilateral.
“Jadi ini suatu hal yang positif dan saya akan mem-follow up akan seperti ini, supaya kita bisa mendapatkan manfaat semua itu ya,” ujar Sri Mulyani.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengapresiasi kesepakatan yang dihasilkan negara-negara peserta KTT G20, yang memiliki inisiatif untuk menghadapi penghindaran pajak (tax invasion) dan tax avoidance secara sistematis dan global.
Sri Mulyani membandingkan saat dirinya menjadi Menteri Keuangan 10 tahun yang lalu, dimana saat mau mengejar wajib pajak yang ditengarai akan menghindar, negara-negara lain biasanya mengatakan ya itu urusan masing-masing silakan saja.
“Kalau sekarang itu merupakan suatu kesepakatan global melalui apa yang disebut inisiatif sehingga avoiding tax dan kemudian Automatic Exchange of Information (AeOI) yang sudah direkomendasi menjadi langkah konkret,” katanya.
Itu berarti, paparnya, setiap negara tanda tangan yang menyatakan kesepakatan bersama untuk kemudian saling kerja sama, dan itu sifatnya mandatory atau wajib bahkan sampai kepada bentuk format pelaporan bagaimana menjaga security confidentiality dari informasi perpajakan.