TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mendorong agar pemerintah mengadakan dialog formal terkait penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat atau Perppu Ormas. Menurut dia, dialog itu perlu dilakukan untuk menangkal berbagai persepsi negatif tentang pemerintah, khususnya dari media sosial.
"Supaya persepsi mengenai Perppu Ormas tak melebar dan latar belakangnya bukan didasarkan kebencian pada satu kelompok tapi tujuan mulia," ujar Jimly seusai menjadi pembicara diskusi publik Populi Center di Menteng, Jakarta, Sabtu, 15 Juli 2017.
Baca: Urgensi Perppu Ormas Menurut Menteri Kominfo Rudiantara
Menurut Jimly, dialog terbuka juga akan memberikan kesempatan berpendapat bagi mereka yang menolak Perppu tersebut dan ingin tetap berpegang pada aturan Ormas sebelumnya UU 17/2013. "Tetap beri ruang pada mereka yang tak setuju untuk melakukan perlawanan hukum."
Pihak yang dirugikan, menurut Jimly, adalah ormas yang terancam dibubarkan setelah perppu diberlakukan pada 10 Juli lalu.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) kini menjadi salah satu ormas yang dibidik pemerintah karena aktivitasnya yang terindikasi bertentangan dengan dasar negara. "HTI harus dipahami tetap punya hak membela diri, melawan keputusan yang dinilai semena-mena menurut persepsi ormasnya. Mereka bisa melakukan pemberatan ke pengadilan hukum," kata Jimly.
Baca juga: Bubarkan HTI, Pemerintah Tak Perlu Repot Terbitkan Perppu Ormas
Perppu 2/2017 bisa diuji di Mahkamah Konstitusi sehubungan dengan prosedur penyusunan regulasinya. Ormas yang dibubarkan pun bisa menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Ke PTUN itu (menyoal) tindakan administrasinya. Proses politik dan apakah di masa depan itu jadi UU atau tidak (dibahas) di forum politik DPR RI," kata Jimly.
Saat mengumumkan penerbitan Perppu 2/2017 pada Rabu lalu, pemerintah sempat meminta masyarakat menerima aturan itu dengan tenang dan cermat. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, menekankan bahwa penerbitan Perppu itu dibutuhkan untuk mengantisipasi ancaman ideologi selain Pancasila. Pembuatan Perppu pun legal dalam rangka menyelesaikan masalah hukum dalam keadaan mendesak, sesuai Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 139/PUU-VII/2009.
"Permohonan kami (pemerintah) adalah ayo masyarakat, pakar, pengamat, tokoh, mari terima ini sebagai kenyataan normatif dari pemerintah, karena hak dan kewenangannya ada," tutur Wiranto.
Wiranto pun tak ingin Perppu Ormas itu dipandang sebagai cara pemerintah mendiskreditkan ormas Islam. "Jangan sampai ada tuduhan pemikiran, prasangka bahwa Perppu akan memisahkan pemerintah dengan masyarakat Islam, dengan ormas Islam," tutur Wiranto.
YOHANES PASKALIS PAE DALE