TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan relaksasi ekspor konsentrat dan mineral mentah kadar rendah yang dilakukan pemerintah mengakibatkan 11 perusahaan pemurnian tambang atau smelter berhenti beroperasi karena merugi. Adanya relaksasi itu memungkinkan perusahaan tambang melakukan ekspor tambang mentah tanpa harus dimurnikan terlebih dahulu melalui smelter.
“Memang dampak dari kebijakan ini sudah terlihat. Sudah ada yang menderita. Kemudian juga ada 12 yang rugi. Karena direlaksasi, pasar menerima produk yang tak seharusnya, tapi harga turun dari kepentingan bisnis yang awalnya tak ada relaksasi,” kata Marwan Batubara dalam diskusi di Hotel Century Park, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Juli 2017.
Baca: PT COR Bantah Merugi Akibat Relaksasi Ekspor Minerba
Sebelas perusahaan yang merugi itu adalah PT Karyatama Konawe Utara, PT Macika Mineral Industri, PT Bintang Smelter Indonesia, PT Huadi Nickel, PT Titan Mineral, PT COR Industri, PT Megah Surya, PT Blackspace, PT Wan Xiang, PT Jinchuan, dan PT Transon.
Di sisi lain, ada 12 perusahaan smelter nikel yang merugi akibat jatuhnya harga, yaitu PT Fajar Bhakti, PT Kinlin Nickel, PT Century, PT Cahaya Modern, PT Gede Industri, PT Tsingshan, PT Guang Ching, PT Cahaya Modern, PT Heng Tai Yuan, PT Virtue Dragon, PT Indoferro, dan pemain lama, PT Vale Indonesia Tbk.
Sebelumnya, pemerintah memberikan relaksasi ekspor konsentrat dan mineral mentah kadar rendah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 yang disusul dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia Nomor 5 Tahun 2017 dan Nomor 6 Tahun 2017. Ketiga aturan ini memberikan kembali izin ekspor konsentrat mineral kadar rendah untuk bauksit dan nikel.
Baca: Freeport dan Amman Kaji Aturan Baru Ekspor Konsentrat
Namun, menurut Marwan, terbitnya aturan ini menyebabkan kerugian dan hilangnya kesempatan pemerintah memperoleh nilai tambah berlipat-lipat dari kegiatan smelting dalam negeri dan hilangnya kesempatan lapangan kerja bagi jutaan rakyat yang selama ini banyak menganggur.
Menurut dia, ketentuan relaksasi ekspor mineral tersebut mengurangi kesempatan negara meningkatkan berbagai aspek terkait dengan ekonomi dan keuangan, antara lain berupa PDB, PDRB, penerimaan pajak, investasi luar negeri, perputaran kegiatan ekonomi, dan pendapatan masyarakat. Kebijakan relaksasi akan menghambat penyediaan bahan baku industri dalam negeri, yang berakibat terkurasnya devisa melakukan impor.
Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia Jonathan Handoyo menambahkan, pihaknya terus mendata perusahaan-perusahaan smelter yang melaporkan tutup. Belum diumumkan berapa nilai kerugian semua perusahaan yang tutup tersebut akibat terhentinya operasi. “Ada yang masih berurusan dengan pihak bank, ada yang sedang diskusi dengan karyawan sehingga tak ingin bergejolak, ada juga yang belum ingin diumumkan karena go public. Banyak anggota kami punya kendala itu,” katanya.
PT COR Industri Indonesia membantah bahwa perusahaan yang mengoperasikan smelter Ferro Nickel di Kabupaten Morowali tersebut berhenti beroperasi karena merugi. “Sampai saat ini kami masih beroperasi dengan normal,” kata Direktur PT COR Andi Jaya dalam penjelasan tertulisnya kepada Tempo yang diterima pada Jumat, 28 Juli 2017.
Andi menjelaskan, aktivitas smelter berjalan normal bahkan pada 3 Juli 2017 telah mengekspor perdana produk Ferro Nickel atau FeNi sebanyak 7 ribu ton. Karyawan PT COR yang berjumlah sekitar 720 orang, tak termasuk kontraktor, pun bekerja seperti biasa.
Baca: Pemerintah Keluarkan Aturan Baru Ekspor Konsentrat
Itu sebabnya, Andi menyatakan, “Bahwa pemberitaan yang mengatakan bahwa perusahaan kami telah berhenti beroperasi adalah tidak benar dan dapat merugikan serta mengganggu kegiatan operasi Perusahaan.”
Dia pun menyampaikan keberatan karena pernyataan Marwan soal efek kebijakan relaksasi ekspor minerba diterbitkan sebelum PT COR dimintai konfirmasi. “Perlu kami sampaikan juga bahwa kami tidak pernah diminta konfirmasi, baik oleh penulis maupun narasumber penulis berita ini, terkait kebenaran berita tersebut sebagaimana yang diamanatkan dalam Kode Etik Tempo nomor 2 yaitu tentang verifikasi dan keberimbangan berita,” ujar Andi.
Catatan:
Berita di atas sudah dilakukan penyempurnaan sesuai dengan penjelasan PT COR Industri Indonesia yang disampaikan secara tertulis kepada Tempo pada Jumat, 28 Juli 2017. Terima kasih atas penjelasannya.
DESTRIANITA