TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah dilaporkan menguat bersamaan dengan sejumlah kurs negara lain di Asia pada perdagangan Kamis, 27 Juli 2017. Hal itu sebagai bentuk respons pesimisme dari hasil rapat bulanan bank sentral Amerika Serikat (FOMC Meeting) sehari sebelumnya. Kurs rupiah hingga penutupan perdagangan kemarin berada di posisi Rp 13.315 per dolar Amerika Serikat.
“Pasca-disahkannya Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Perubahan 2017 yang menghasilkan pelebaran defisit, inflasi menjadi fokus pada pasar berikutnya,” ujar Analis Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, dalam keterangan tertulis, Jumat, 28 Juli 2017.
Rangga menuturkan inflasi pada Juli 2017 diperkirakan sedikit menurun di bawah 4 persen (year-on-year) seiring dengan meredanya efek permintaan tinggi sepanjang Ramadan kemarin. “Tren penguatan rupiah akan bertahan walaupun kuatnya dolar Amerika semalam bisa membatasi,” katanya.
Adapun harga minyak mentah tercatat konsisten meningkat sebagai respons dari data pertambahan persediaan minyak Amerika yang dilaporkan menurun. Namun mayoritas yield global, kata Rangga, masih turun, kecuali yield US Treasury, sehubungan dengan adanya ekspektasi revisi kenaikan pertumbuhan produk domestik bruto Amerika pada kuartal dua 2017, yang akan dirilis malam ini. Sentimen pelemahan dolar di pasar Asia diperkirakan sedikit tertahan. Ini akan mempengaruhi pergerakan sejumlah kurs negara lain di Asia, termasuk rupiah.
Analis saham Samuel Sekuritas, Muhamad Makky Dandytra, mengatakan indeks harga saham gabungan mulai terlihat akan breakout resistance untuk mengakhiri koreksi teknikal di 5.830, hari ini. “Meskipun masih relatif lemah, indikasi tersebut cukup dapat dipercaya,” ujarnya.
GHOIDA RAHMAH