TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan kebijakan penentuan harga eceran tertinggi (HET) beras tak dapat dipukul rata. Alasannya, negara tidak mungkin mengendalikan semua mekanisme pasar.
"Bagaimana mungkin kendalikan mekanisme pasar semuanya, kecuali jenis (beras tertentu)," kata Enny saat ditemui di kantor Indef, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Juli 2017.
Enny menuturkan pemerintah bisa saja jika ingin mengatur jenis tertentu, tapi tidak semua jenis beras dapat diatur. Ia mencontohkan jenis beras yang dapat diatur pemerintah adalah jenis beras yang paling banyak dikonsumsi masyarakat.
Baca: Aturan HET Keluar, Pasokan Beras di Pasar Induk Cipinang Anjlok
Sedangkan jenis beras yang di luar penetapan pemerintah, terutama beras premium harus diserahkan pada mekanisme pasar. "Jenis-jenis beras premium zaman dulu terserah mekanisme pasar," ujarnya.
Menurut Enny, harga acuan pada prinsipnya merupakan harga referensi dan diperlukan agar mengurangi atau menghilangkan ketidaksempurnaan informasi pasar, sehingga petani serta konsumen mempunyai informasi harga acuan yang sama. Namun dikhawatirkan juga membuka multiinterpretasi.
Multiinterpretasi, kata Enny, dalam hal penegakkan hukum dikhawatirkan memicu kebijakan represif. Jika koordinasi tak efektif antarpemerintah, bukannya memberi efek jera, melainkan malah membuat ketidakpastian iklim usaha pangan.
Simak: Pedagang Beras Minta Pemerintah Turunkan Harga Eceran
Enny menjelaskan, kebijakan harga tunggal juga akan membuat hilangnya insentif usaha sektor pangan. Ia mengatakan nantinya petani akan berpikir bagus atau tidak hasil panennya akan sama saja pendapatannya.
Karena itu, Enny melihat kehadiran pemerintah dalam meregulasi perekonomian adalah menjaga agar kondisi persaingan berjalan sehat dan adil. Namun kondisi persaingan sehat tak mungkin bisa dilakukan dengan cara instan, apalagi sistem komando.
Enny juga mengingatkan agar pemerintah berhati-hati menetapkan kebijakan pangan. Jika tidak, pemerintah berpotensi melakukan government failure yang berakibat menciptakan kegagalan pasar atau market failure.
DIKO OKTARA