TEMPO.Co, Jakarta - Koordinator Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, Marthin Hadiwinata, meminta Kapolri memberikan sanksi kepada petugas piket di kantor Badan Reserse Kriminal Mabes Polri yang menolak laporan mereka ihwal tudingan pidana lingkungan hidup dan tata ruang oleh pengembang proyek reklamasi PT Kapuk Naga Indah.
"Koalisi meminta Kapolri memberikan sanksi kepada petugas yang menolak serta menerima laporan yang sebelumnya ditolak tersebut," kata Marthin pada Kamis, 3 Agustus 2017.
Baca juga: 2 Dugaan Tindak Pidana Proyek Reklamasi Teluk Jakarta
Marthin menjelaskan, beberapa waktu lalu ia mendatangi kantor Bareskrim Mabes Polri. Saat itu Marthin dan sejumlah aktivis lingkungan ditemui petugas piket dari Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim. Marthin melaporkan dugaan pelanggaran pidana atas reklamasi Pulau C dan D yang dilakukan PT Kapuk Naga Indah.
Ia membeberkan perusahaan pengembang properti itu melanggar Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengembang diduga tidak melakukan pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang DKI Jakarta.
Baca juga: Kasus Reklamasi, KPK Akan Panggil Sumarsono
Namun yang terjadi petugas piket kepolisian seolah-olah menghindar dari laporan aktivis tersebut. Hingga akhirnya laporan itu ditolak. Kata Marthin, polisi beralasan kasus tidak diterima karena sudah ditangani Kementerian Perikanan dan Kelautan.
"Ada alasan lain bahwa sudah ada tindakan dari Kementerian Lingkungan Hidup yang memberikan sanksi administrasi, kemudian Bareskrim tidak mau ikut menyidik karena tumpang tindih (overlapping)."
Baca juga: Lulung Minta Pembahasan Raperda Reklamasi Dilanjutkan
Seharusnya, menurut Marthin, kepolisian bertugas melakukan penyelidikan atas laporan itu. Polisi justru menyuruh aktivis melapor ke kementerian terkait. Belakangan alasan penolakan berganti bahwa pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah melakukan penyelidikan atas tindak pidana tersebut.
Penolakan laporan yang dilakukan Bareskrim Polri dianggap melanggar Pasal 13 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian. Selain itu, polisi dituding melanggar Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Penyidikan Tindak Pidana.
Baca juga: Surati KPK, Gubernur Djarot: Agar Proyek Reklamasi Tak Nggantung
"Kedua Peraturan internal kepolisian tersebut pada intinya menyatakan bahwa apabila bukti pendukung terpenuhi, segera dibuat laporan polisi dan seharusnya ada diskusi agar pihak kepolisian dapat mendalami perkara yang dilaporkan atau diadukan, bukannya menghindar tanpa alasan," tutur Marthin. Polisi dianggap tidak profesional, proporsional, dan prosedural.
Baca juga: Wakil Ketua DPRD DKI: Pembahasan Raperda Reklamasi Dihentikan
Selain mengadukan ke Kapolri, para aktivis melaporkan hal ini ke Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum), Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadivpropam), Kabareskrim, dan Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim.
AVIT HIDAYAT
TEMPO.Co, Jakarta - Koordinator Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, Marthin Hadiwinata, meminta Kapolri memberikan sanksi kepada petugas piket di kantor Badan Reserse Kriminal Mabes Polri yang menolak laporan mereka ihwal tudingan pidana lingkungan hidup dan tata ruang oleh pengembang proyek reklamasi PT Kapuk Naga Indah.
"Koalisi meminta Kapolri memberikan sanksi kepada petugas yang menolak serta menerima laporan yang sebelumnya ditolak tersebut," kata Marthin pada Kamis, 3 Agustus 2017.
Baca juga: 2 Dugaan Tindak Pidana Proyek Reklamasi Teluk Jakarta
Marthin menjelaskan, beberapa waktu lalu ia mendatangi kantor Bareskrim Mabes Polri. Saat itu Marthin dan sejumlah aktivis lingkungan ditemui petugas piket dari Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim. Marthin melaporkan dugaan pelanggaran pidana atas reklamasi Pulau C dan D yang dilakukan PT Kapuk Naga Indah.
Ia membeberkan perusahaan pengembang properti itu melanggar Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengembang diduga tidak melakukan pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang DKI Jakarta.
Baca juga: Kasus Reklamasi, KPK Akan Panggil Sumarsono
Namun yang terjadi petugas piket kepolisian seolah-olah menghindar dari laporan aktivis tersebut. Hingga akhirnya laporan itu ditolak. Kata Marthin, polisi beralasan kasus tidak diterima karena sudah ditangani Kementerian Perikanan dan Kelautan.
"Ada alasan lain bahwa sudah ada tindakan dari Kementerian Lingkungan Hidup yang memberikan sanksi administrasi, kemudian Bareskrim tidak mau ikut menyidik karena tumpang tindih (overlapping)."
Baca juga: Lulung Minta Pembahasan Raperda Reklamasi Dilanjutkan
Seharusnya, menurut Marthin, kepolisian bertugas melakukan penyelidikan atas laporan itu. Polisi justru menyuruh aktivis melapor ke kementerian terkait. Belakangan alasan penolakan berganti bahwa pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah melakukan penyelidikan atas tindak pidana tersebut.
Penolakan laporan yang dilakukan Bareskrim Polri dianggap melanggar Pasal 13 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian. Selain itu, polisi dituding melanggar Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Penyidikan Tindak Pidana.
Baca juga: Surati KPK, Gubernur Djarot: Agar Proyek Reklamasi Tak Nggantung
"Kedua Peraturan internal kepolisian tersebut pada intinya menyatakan bahwa apabila bukti pendukung terpenuhi, segera dibuat laporan polisi dan seharusnya ada diskusi agar pihak kepolisian dapat mendalami perkara yang dilaporkan atau diadukan, bukannya menghindar tanpa alasan," tutur Marthin. Polisi dianggap tidak profesional, proporsional, dan prosedural.
Baca juga: Wakil Ketua DPRD DKI: Pembahasan Raperda Reklamasi Dihentikan
Selain mengadukan ke Kapolri, para aktivis melaporkan hal ini ke Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum), Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadivpropam), Kabareskrim, dan Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim.
AVIT HIDAYAT