TEMPO.CO, Jakarta - Foto wajah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan terpampang pada spanduk di makam wartawan Bernas Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin di Desa Trirenggo, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul, Rabu, 16 Agustus 2017. Foto itu bersisihan dengan foto Udin yang tewas karena dibunuh orang tak dikenal pada 16 Agustus 1996 silam. Spanduk itu dipajang di tembok makam ketika elemen-elemen masyarakat sipil yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat untuk Udin (K@MU) dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi berziarah untuk memperingati 21 tahun tewasnya Udin.
BACA: Ungkap Sosok Jenderal, Ini Syarat yang Diminta Novel Baswedan
“Penyidikan kasus Udin mengingatkan pada kasus Novel. Ada dugaan rekayasa untuk mengungkap kasus itu,” kata Yuliani dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sarang Lidi sebelum tabur bunga di pusara Udin, Rabu 16 Agustus 2017.
Spanduk berwarna merah itu berisi tulisan desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk mensikapi kasus-kasus yang masuk dark number itu. tulisan itu berbunyi: Presiden Joko Widodo Segera Bentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Foto almarhum Udin terpasang di pojok kiri spanduk dan foto Novel di ujung kanan spanduk.
Perhatian koalisi masyarakat sipil atas kasus Novel lantaran hingga 120 hari lebih penyiraman wajah Novel dengan air keras oleh orang tak dikenal belum berhasil dikuak polisi. Hal yang sama juga dialami Udin yang kasusnya terkatung-katung karena belum berhasil diungkap tuntas hingga 21 tahun lamanya.
BACA: Ungkap Sosok Jenderal, Ini Syarat yang Diminta Novel Baswedan
Meskipun sejumlah saksi dalam kasus Udin maupun Novel telah memberikan keterangan untuk memudahkan polisi mengungkap dan menangkap pelaku, tetapi polisi memberi kesan lamban dan tidak mempunyai keberanian mengungkapnya. “Hati saya terasa sakit. Sudah 21 tahun (kasus Udin) tidak terungkap,” kata istri mendiang Udin, Marsiyem dengan menahan tangis.
Hingga 21 tahun tewasnya Udin, Marsiyem selalu setia menemani elemen-elemen masyarakat sipil yang berziarah pada peringatan wafatnya Udin. Wartawan itu tewas setelah dianiaya orang tak dikenal yang datang ke rumahnya pada 13 Agustus 1996 tengah malam hingga tak sadarkan diri. Hingga meninggalnya, Udin tak bangun dari komanya selama perawatan di rumah sakit hingga 16 Agustus 1996.
BACA: Joko Pinurbo, Merdeka, dan 20 Tahun Tewasnya Jurnalis Udin
Kematian Udin diduga kuat berkaitan dengan sejumlah tulisan kritisnya terhadap berbagai kebijakan pemerintahan Bantul masa itu. Seperti pemberian dana Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang hanya separuh, juga pemberian suap Rp 1 miliar dari Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo kepada Yayasan Dharmais milik Presiden Soeharto agar dapat menjabat sebagai bupati kembali.
“Kami akan terus melakukan aksi ini selama kasus Udin belum dituntaskan,” kata Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta Bhekti Suryani.
Mantan wartawan Bernas Jogja Tri Suparyanto mengaku salut dengan kehadiran wartawan-wartawan muda yang masih memberikan perhatian pada Udin. “Artinya, wartawan-wartawan sekarang pun masih mengenal Udin,” kata Tri. PITO AGUSTIN RUDIANA