TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah penghuni apartemen Kalibata City mengadukan kebijakan pengelola apartemen, PT Prima Buana Internusa, ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pengelola diduga telah melakukan intimidasi kepada penghuni.
"Selama ini banyak warga yang khawatir ada intimidasi," kata Wenwen, salah satu penghuni apartemen Kalibata City. Menurut Wenwen, warga apartemen merasa pihak pengelola membatasi hak mereka untuk berkumpul dan berpendapat.
Salah satunya, melalui intimidasi secara halus. "Kami ngumpul-ngumpul saja di taman untuk ngobrol lama, lalu ada satpam motret-motret," kata Wenwen. "Kan orang-orang yang tidak biasa jadi ketakutan."
Baca juga: Dilaporkan ke Polda, Ini Kata Pengelola Kalibata City
Dia mengatakan pengelola menetapkan aturan bahwa warga yang berkumpul lebih dari sepuluh orang harus melakukan pemberitahuan tiga hari sebelumnya kepada pengelola. "Padahal tidak ada di undang-undang aturan seperti itu. Mereka (pengelola) bikin aturan sendiri."
Selain merasa terintimidasi, laporan penghuni Kalibata City ke Komnas HAM tersebut juga berdasarkan dugaan mark-up atas tagihan listrik dan air.
Wenwen mengaku ada 30 ribu penghuni apartemen Kalibata City yang dimintai tagihan empat kali dalam setahun dengan bentuk Iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL). Setiap penghuni diwajibkan membayar IPL dengan jumlah berbeda, yang jika ditotal dalam setahun bisa mencapai Rp 24 miliar.
"Padahal keduanya (listrik dan air) merupakan hajat hidup yang merupakan hak asasi setiap warga negara," tulis Wenwen dalam rilisnya.
Atas dugaan mark-up tersebut, pada Juni 2017, sebanyak 13 penghuni apartemen Kalibata City menggugat tiga pihak, yakni PT Pradani Sukses Abadi selaku pengembang, PT Prima Buana Internusa selaku pengelola, serta Badan Pengelola Kalibata City. Hingga kini, sidang perdata itu masih berjalan dan dalam tahap duplik (jawaban tergugat).
Hingga berita ini diturunkan Tempo belum mendapat konfirmasi dari pihak pengelola Kalibata City.
ZARA AMELIA