TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah pada Senin sore, 21 Agustus 2017, bergerak menguat 22 poin menjadi Rp 13.340 per dolar Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, pada Senin pagi tadi, rupiah dibuka pada level Rp. 13.328 per dolar AS.
"Mata uang dolar AS mengalami tekanan terhadap sejumlah mata uang di kawasan Asia, termasuk rupiah di tengah situasi geopolitik semenanjung Korea kembali menghangat," kata Analis Monex Investindo Futures, Putu Agus, di Jakarta.
Ia mengatakan bahwa aset-aset "safe haven", selain dolar AS, kembali menjadi incaran pelaku pasar uang untuk menjaga nilai. Saat ini, yen Jepang menjadi mata uang "safe haven" yang menarik bagi investor. Situasi itu turut berdampak positif bagi mata uang di kawasan Asia, termasuk rupiah.
Baca: Optimisme Pemerintah Kuatkan Rupiah Menjadi 13.328 per Dolar AS
Di sisi lain, lanjut Putu, harga minyak mentah dunia yang relatif stabil juga turut menjadi penopang mata uang berbasis komoditas seperti rupiah. Terpantau harga minyak jenis WTI Crude berada di posisi 48,52 dolar AS per barel, dan Brent Crude di level 52,52 dolar AS per barel.
Analis Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, menambahkan bahwa permintaan nilai tukar rupiah cukup tinggi seiring dengan pasar surat utang atau obligasi di dalam negeri yang kondusif.
"Permintaan rupiah diproyeksikan cenderung meningkat seiring dengan peringkat investasi Indonesia yang berada dalam level investment grade. Pelaku pasar cenderung memilih melakukan pembelian pada obligasi tenor panjang secara bertahap," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin, 21 Agustus 2017, rupiah bergerak menguat ke posisi Rp 13.355 dibandingkan posisi sebelumnya Rp 13.368 per dolar AS.
ANTARA