TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan menurunkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo (7DRR) Rate sebesar 25 basis poin dari sebelumnya 4,75 persen menjadi 4,5 persen. Selain itu, suku bunga deposit facility turun 25 basis poin menjadi 3,75 persen dan lending facility turun 25 basis poin menjadi 5,25 persen.
"Penurunan ini berlaku efektif pada 23 Agustus. Penurunan suku bunga acuan ini akan diikuti dengan penurunan suku bunga instrumen moneter lainnya," kata Agus dalam konferensi persnya di Kompleks BI, Jakarta Pusat, Selasa, 22 Agustus 2017.
Agus berujar penurunan suku bunga acuan ini konsisten dengan rendahnya realisasi serta perkiraan inflasi pada 2017 dan 2018. Menurut dia, inflasi terkendali pada level yang lebih rendah dari perkiraan semula sehingga mendukung pencapaian inflasi sebesar 4 persen pada 2017 dan 3,5 persen pada 2018.
Selain itu, menurut Agus, defisit transaksi berjalan terkendali dalam batas yang aman. Saat ini, defisit transaksi berjalan mencapai US$ 5 miliar atau 1,96 persen. Defisit ini diperkirakan akan terjaga di bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB), yaitu 1,5-2 persen pada 2017 dan 2-2,5 persen pada 2018.
Agus menuturkan risiko eksternal terkait rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat atau Fed Fund Rate (FFR) dan normalisasi neraca The Fed mereda sehingga perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri tetap menarik. "Penurunan suku bunga diharapkan memperkuat intermediasi perbankan," katanya.
Ke depan, Agus mengatakan bahwa BI akan memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. "BI juga terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk memastikan pengendalian inflasi dan penguatan stimulus pertumbuhan," ujarnya.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan terdapat empat alasan utama suku bunga acuan BI diturunkan. Pertama, inflasi akan lebih rendah dibandingkan perkiraan BI sebelumnya. Tahun ini, BI memperkirakan inflasi di level 4 persen. "Itu sudah memperhitungkan kenaikan listrik. Kalau itu dikeluarkan, inflasi inti 3 persen."
Selain inflasi, suku bunga BI diturunkan karena defisit transaksi berjalan terkendali. Hal itu membuat keseimbangan eksternal terjaga. Tahun ini, defisit transaksi berjalan diperkirakan sebesar 1,5-2 persen dan tahun depan 2-2,5 persen. "Ini lebih rendah dari defisit transaksi berjalan yang aman untuk Indonesia, yaitu 3 persen," tuturnya.
Di sisi eksternal, risiko kenaikan FFR lebih kecil dan tertunda. Sebelumnya, kenaikan FFR diperkirakan masih sebanyak dua kali hingga akhir tahun. Saat ini, kenaikan FFR diprediksi hanya satu kali, yakni pada Desember. "Dengan penurunan suku bunga acuan, kami harap penyaluran kredit terdorong," kata Perry.
ANGELINA ANJAR SAWITRI