TEMPO.CO, Yangoon - Lebih dari 70 orang tewas akibat konflik antara kelompok militan dan pasukan keamanan di negara bagian Rakhine, sebelah barat Myanmar, Jumat dinihari, 25 Agustus 2017, waktu setempat.
Menurut keterangan dari kantor pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, dari jumlah korban tewas tersebut meliputi 12 angggota pasukan keamanan dan sedikitya 59 milisi Rohingya.
Baca: Kronologi Pemberontak Rohingya Serang 24 Pos Polisi Myanmar
Angkatan Bersenjata Myanmar melalui sebuah pernyataan kepada media mengatakan, para militan itu menggunakan belati, senjata ringan dan bahan peledak untuk melakukan serangan terhadap beberapa polisi dan pos miiter di sekitar Buthidaung dan Maungdaw, dekat perbatasan Myanmar dan Bangladesh.
Baca: Korea Selatan Siap Menampung Pengungsi Rohingya
Rakhine adalah rumah bagi sekitar satu juta warga Rohingya, kelompok minoritas muslim yang kini mendapatkan tekanan dari Myanmar. Mereka, kini, tinggal di sejumlah kamp dan status kewarganegaraannya ditolak oleh pemerintah Myanmar.
Pada Oktober 2016, sekelompok militan Rohingya membunuh sembilan petugas kepolisian sehingga meningkatkan skala kekerasan di negara bagian Rakhine. Kaum Rohingya maupun kelompok hak asasi manusia internasional mengatakan, aksi tersebut dibalas pasukan keamanan dengan serangan ke kawasan tempat tinggal mereka menyebabkan ratusan orang tewas dan memaksa puluhan ribu orang mengungsi.
Baca: Amerika Desak Myanmar Izinkan Tim Fakta PBB Selidiki Rohingya
Untuk menurunkan skala kekerasan di Myanmar, bekas Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, menyarankan Aung San Suu Kyi memberikan status yang jelas kepada warga Rohingya, melonggarkan kebebasan bergerak, dan menjamin hak asasi kaum muslim di Rakhine.
"Kegagalan memberikan kebebasan kepada mereka akan menimbulkan kekerasan dan radikalisasi," kata Annan dalam suratnya mengenai Rohingya yang ditujukan kepada pemerintah Myanmar.
NEW YORK TIMES | CHOIRUL AMINUDDIN