TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito menanggapi dingin desakan petani gula agar Harga Eceran Tertinggi (HET) gula dinaikkan dari Rp 12.500 per kilogram menjadi Rp 14.000 per kilogram. Menurutnya, hal tersebut tidak adil bagi konsumen mengingat masalah sebenarnya ada pada ketidakefisien pabrik RNI yang notabene adalah BUMN.
"Ketidakefisienan dari satu kelompok apakah harus mengorbankan konsumen," ujar Enggar usai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Senin, 28 Agustus 2017.
Baca: Gula Tebu Konsumsi Tak Lagi Kena PPN
Sebelumnya, sejumlah petani gula mendesak agar HET gula dinaikkan karena mereka merasa tidak diuntungkan. Sebab, menurut mereka, cost produksi gula cukup tinggi yaitu Rp 10.600 per kilogram sementara harga beli oleh pedagang adalah Rp 11.000 per kilogram alias hanya untung Rp 400 per kilogram.
Dengan menaikkan HET beras ke Rp 14.000 per kilogram, beberapa petani gula menyakini mereka akan lebih diuntungkan. Beberapa petani itu sampai berdemo di depan Istana Kepresidenan untuk menunjukkan keinginan mereka.
Enggar menjelaskan, RNI tidak efisien dalam memproduksi gula karena cost produksi gula sebenarnya bisa ditekan hingga Rp 6.500-Rp 7.000 per kilogram. Kalaupun dicampur dengan raw sugar impor, paling mentok pun cost produksi hanya menyentuh angka Rp8500 per kilogram.
Simak: Bulog Ditugaskan Beli Gula Tani Rp 9.700 per kilogram
Itulah kenapa, menurutnya, tidak adil membebani masyarakat dengan kenaikan Harga Eceran Tertinggi gula sementara problem utamanya adalah efisiensi pabri yang memproduksi gula. Enggar beranggapan, sebaiknya pabrik gula RNI fokus memperbaiki efisiensi produksi mereka.
"Tuntutan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) untuk gula dicabut juga sudah selesai lewat Peraturan Menteri Keuangan," ujar Enggar yang merasa pencabutan PPN gula memberi keuntungan lebih pada penjualan gula.
ISTMAN MP