TEMPO.CO, Jakarta - PT Freeport Indonesia. Perusahaan asal Amerika Serikat yang bercokol di tambang Grasberg, Papua ini telah melalui perjalanan panjang di Indonesia.
Pada 1936, seorang geolog asal Belanda, Jean Jacques Dozy, menemukan cadangan Ertsberg (gunung bijih atau ore) di Papua. Kemudian dilanjutkan dengan ekspedisi Forbes Kingsbury Wilson untuk menemukan kembali Ertsberg di Papua pada 1960.
Baca Juga:
Akhirnya, PT Freeport Indonesia meneken Kontrak Karya I (Generasi I) pada 1967 yang berlaku selama 30 tahun. Pada 1988, Freeport menemukan cadangan Grasberg. Anak perusahaan Freeport McMoran itu meneken Kontrak Karya II (Generasi V) pada 1991 yang berlaku selama 30 tahun dengan kemungkinan perpanjangan kontrak 2x10 tahun.
Berdasarkan Kontrak Karya II itu, kontrak Freeport akan berakhir pada 2021. Namun, arah pemerintah sepertinya akan memperpanjang kontrak Freeport 2x10 tahun atau hingga 2041.
Baca: CEO Freeport: Divestasi 51 Persen Saham Adalah Bentuk Kompromi
Kemudian, pada awal 2017, pemerintah Indonesia menerbitkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk PT Freeport Indonesia, menggantikan Kontrak Karya (KK). Kelas IUPK sedikit berada di bawah KK.
Dengan berubahnya KK menjadi IUPK, pemerintah dan Freeport Indonesia melakukan perundingan hari ini, Selasa, 29 Agustus 2017, bertempat di kantor pusat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada pukul 10.00 WIB, dan dihadiri oleh CEO Freeport McMoran Richard C. Adkerson, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Komunikasi Hadi Djuraid.
Dari perundingan tersebut, pemerintah dan Freeport Indonesia menyepakati empat poin, yakni perpanjangan operasi, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), stabilitas investasi dan divestasi.
Baca: Empat Poin Kesepakatan Freeport Indonesia dan Pemerintah
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan seluruh poin yang dibahas telah disepakati. Adapun beberapa hal tinggal menunggu pembahasan teknisnya saja, misalnya jangka waktu pelepasan saham divestasi dan penerimaan negara.
"Mandat Pak Presiden divestasi yang akan dilakukan Freeport itu menjadi 51 persen. Pada saat ini masih dirundingkan secara detail dan akan dilampirkan di IUPK yang tidak bisa diubah sampai konsensi dan kontrak selesai," ujar Jonan di kantor Kementerian ESDM, Senin, 29 Agustus 2017.
Poin lain yang akan didetailkan adalah stabilitas investasi. Yang jelas, dengan ketentuan yang baru penerimaan negara dipastikan meningkat dari sebelumnya. Adapun dua poin lainnya, yakni perpanjangan operasi dan pembangunan smelter sudah cukup jelas. PT Freeport Indonesia akan membangun smelter dengan jangka waktu maksimal lima tahun. Sementara untuk perpanjangan operasi akan dilakukan 2x10 tahun terhitung sejak operasinya berakhir pada 2021.