TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha. Penerbitan kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh pelayanan investasi yang belum optimal, terutama masalah perizinan yang masih bersifat parsial dan tidak terintegrasi.
"Kebijakan ini bertujuan menyelesaikan hambatan dalam proses pelaksanaan serta memanfaatkan teknologi informasi melalui penerapan sistem perizinan terintegrasi atau single submission,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Kamis, 31 Agustus 2017.
Baca: Kemudahan Berusaha, Darmin Penasaran dengan Vietnam
Selain pelayanan investasi yang belum optimal, menurut data Kementerian, realisasi investasi yang masuk ke Indonesia baru mencapai US$ 27,88 miliar sepanjang 2012-2016. Angka tersebut hanya 1,97 persen dibandingkan total investasi yang berputar di seluruh dunia yang mencapai US$ 1,42 triliun.
Sepanjang 2016, rasio penanaman modal dalam negeri (PMDN) juga hanya mencapai 35,38 persen. Padahal, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang dicanangkan Presiden Jokowi, pemerintah menargetkan rasio PMDN dapat mencapai 38,9 persen pada 2019.
Selain itu, realisasi investasi juga jauh dari komitmen yang telah diajukan para penanam modal. Dari seluruh PMDN yang direncanakan akan masuk ke Indonesia sepanjang 2010-2016, hanya 31,8 persen yang terealisasi. Adapun untuk penanaman modal asing (PMA), cuma 27,5 persen yang terealisasi.
Baca: Pangkas Ratusan Perizinan, Darmin: Semua Merasa Dirinya Bos!
Melalui Perpres Kemudahan Usaha, pemerintah ingin mempercepat proses penerbitan perizinan yang sesuai dengan standar pelayanan. Pemerintah pun ingin memberikan kepastian waktu dan biaya dalam proses perizinan serta meningkatkan koordinasi antara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah (pemda).
ANGELINA ANJAR SAWITRI