TEMPO.CO, Chechnya—Myanmar menghadapi kemarahan umat Muslim di seluruh dunia menyusul persekusi terhadap warga etnis minoritas Muslim Rohingya.
Seperti dilansir AP dan The New York Times, Selasa 5 September 2017, sejumlah unjuk rasa umat Muslim terjadi di berbagai negara di Asia, Australia dan Rusia atas operasi militer terakhir Myanmar yang telah menewaskan lebih dari 400 orang dan memaksa sedikitnya 90 ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Para demonstran terutama menyayangkan sikap diam pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, atas persekusi terhadap Rohingya. Tak sedikit peserta aksi maupun petisi online yang mendesak Komite Nobel untuk mencabut Nobel Perdamaian Suu Kyi.
Di Chechnya, puluhan ribu warga berunjuk rasa di jalanan mengutuk genosida yang dilakukan pemerintah Myanmar. Pemimpin Chechnya, Ramzan Kadyrov, juga mengkritik pemerintah Rusia yang diam melihat kondisi yang menurutnya mirip Holocaust pada Perang Dunia II.
“Jika Rusia mendukung rezim setan ini, maka saya akan melawan Moskow,” kata dia dalam sebuah video yang diunggah sebelum unjuk rasa.
Di Canberra, sekitar 300 pengunjuk rasa dari komunitas Rohingya Myanmar berkumpul di luar gedung Parlemen Australia seraya mendesak pemerintah melakukan intervensi guna mencegah kekerasan terhadap minoritas muslim Myanmar.
Baca: Militer Myanmar Bunuh Kaum Rohingnya Termasuk Bayi
Juru bicara demonstran, Ahsan Haque menuding pemerintah Myanmar sedang melakukan pembersihkan etnis dan memberantas seluruh etnis Rohingya.
Mereka mendesak pemerintah Australia pemerintah Myanmar mengakhiri persekusi atau penarikan bantuan Australia ke negeri itu.
Desakan yang disampaikan di depan gedung parlemen tersebut tidak segera mendapatkan respon pemerintah Australia.
Selain di Negeri Kanguru, unjuk rasa menentang persekusi terhadap warga minoritas Rohingya juga terjadi di Indonesia.
Ratusan perempuan muslim berdemonstrasi di luar gedung kedutaan besar Myanmar di Jakarta sambil membakar foto Suu Kyi.
Aksi ini dikawal ketat oleh puluhan polisi bersenjata dengan memasang kawat berduri setelah terjadi lemparan bom molotov ke keduaan pada Ahad, 8 Agustus 2017.
“Dunia diam menghadapi pembantaian warga Muslim Rohingya,” ujar Farida, salah satu demonstran di Jakarta.
Kecaman juga datang dari pelapor khusus hak asasi manusia untuk Myanmar, Yanghee Lee. Ia mendesak Suu Kyi untuk melakukan intervensi agar menyelamatkan warga Rohingya dari persekusi. “Ini yang kita harapkan dari seluruh pemerintah di dunia, melindungi siapa pun yang berada dalam yuridiksinya,” tutur Lee kepada BBC.
THE NEW YORK TIMES | ABC NEWS | AP | SITA PLANASARI AQUADINI