Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Isu Raja Perempuan, MUI Yogya: Sultan Sebaiknya Tetap Laki-laki

image-gnews
Adik kandung Sri Sultan Hamengkubuwono X, KGPH Hadiwinoto melangsungkan ritual Ngabekten kepada raja jawa Sri Sultan Hamengkubuwono X di Bangsal Kencono, kompleks Keraton Yogyakarta, Kamis (8/8). TEMPO/Suryo Wibowo
Adik kandung Sri Sultan Hamengkubuwono X, KGPH Hadiwinoto melangsungkan ritual Ngabekten kepada raja jawa Sri Sultan Hamengkubuwono X di Bangsal Kencono, kompleks Keraton Yogyakarta, Kamis (8/8). TEMPO/Suryo Wibowo
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan tak  ikut campur urusan suksesi raja Keraton Yogyakarta pasca keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi atas gugatan Undang-Undang Keistimewaan (UUK) Nomor 13 tahun 2012. Putusan MK membuka peluang  perempuan menduduki tahta Kesultanan Yogyakarta.

Ketua MUI DIY Kiai Haji Toha Abdurrahman menuturkan polemik soal isu raja perempuan  Keraton Yogyakarta sebaiknya diselesaikan dengan mendasarkan pada Undang-Undang Keistimewaan. "Pendapat saya, seorang sultan harusnya laki-laki. Kalau gubernur perempuan mangga saja jika sultan (yang) menunjuk (gubernur) perempuan," ujar Toha dalam Sarasehan Safar Jumat Masjid Pathok Negara dan Masjid Kagungan Dalem Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ke-32  di Masjid Gedhe Kauman, Jumat 15 September 2017.

Baca: Perempuan Bisa Jadi Raja di Yogya, Adik Sultan: Akan Picu Konflik

Toha menuturkan  sesuai UU Keistimewaan dan juga paugeran keraton, raja Yogyakarta  harus bergelar  Sultan Hamengku Buwono sebagai khalifatullah atau pemimpin. Dengan gelar khalifatullah, ujar Toha, menunjukkan bahwa Keraton Yogya sebagai Kerajaan Islam yang diakui nusantara hingga kekhalifahan Turki sejak ratusan tahun silam.

Atas dasar itu Toha berharap kalangan internal keraton bisa segera menyelesaikan polemik dengan tetap berpijak pada Al Quran dan Hadist sesuai asal muasalnya sebagai kerajaan Islam. "Sesuai aturan Islam, Al Quran dan Hadist, nggak usah neka-neka," ujarnya.

Dalam sarasehan yang diikuti oleh jemaah Masjid Gedhe Kauman itu juga disampaikan pengukuhan Rayi Dalem (putera) Sultan Hamengku Buwono IX, Gusti Bendoro Pangeran Hario Prabukusumo, sebagai sesepuh Paguyuban Penegak Paugeran Adat. Gusti Prabu merupakan adik tiri Sultan HB X.

Simak: Sejarawan: Isu Raja Perempuan Jadi Masalah Pelik Keraton Yogya

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Paguyuban  beranggotakan sejumlah elemen masyarakat, di antaranya alim ulama, abdi dalem, paguyuban padukuhan dan kepala desa. Wakil Gusti Prabu, Kanjeng Mas Tumenggung Condro Purnomo, yang ditugaskan hadir dalam sarasehan ini mengatakan paguyuban sepakat dan berharap sultan  tetap bergelar Hamengku Buwono.

"Sultan HB X saat berada di dalam (keraton) menggunakan gelar Hamengku Bawono, sedangkan di Kepatihan (Kantor Gubernur DIY) memakai gelar Hamengku Buwono. Permasalahan ini belum clear," ujarnya.

Lihat: Isu Raja Perempuan, Adik Sultan HB X Tetap Pimpin Grebeg Besar

Condro yang juga pengelola museum di lingkungan Keraton Yogya ini menegaskan  suksesi raja dan paugeran merupakan ranah para putra putri Sultan HB IX, HB X, dan anak-anak Sultan HB X sehingga tidak ada orang lain yang boleh ikut campur.

"Kami di luar hanya berkewajiban menjaga agar suasana masyarakat DIY ayem tentrem dan penyelesaian internal tak meninggalkan ajaran Islam dalam paugeran Kasultanan Mataram Islam Ngayogyakarta Hadiningrat," ujarnya.

PRIBADI WICAKSONO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Sultan Hamengku Buwono X Gelar Open House setelah Absen 4 Kali Lebaran, Ada Jamuan Tradisional

1 hari lalu

Raja Keraton Yogya Sri Sultan HB X saat melaunching Museum Kereta Keraton Yogyakarta yang kini berganti nama menjadi Kagungan Dalem Wahanarata Selasa (18/7). Dok.istimewa
Sultan Hamengku Buwono X Gelar Open House setelah Absen 4 Kali Lebaran, Ada Jamuan Tradisional

Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam X absen gelar open house selama empat tahun karena pandemi Covid-19.


Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

2 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?


Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

4 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.


78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

13 hari lalu

Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyebar udik-udik bagian dari acara Kondur Gongso di Masjid Agung Gedhe, Yogyakarta, (23/1). Upacara Kondur Gongso merupakan upacara dalam menyambut Maulud Nabi. TEMPO/Subekti
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.


Sultan Hamengku Buwono X Heran Kasus Antraks di Sleman dan Gunungkidul Muncul Kembali, Karena Tradisi Ini?

27 hari lalu

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X (kiri) dan  Wakil Gubernur DIY Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan usai pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY di Istana Negara, Jakarta, Senin 10 Oktober 2022. Presiden Joko Widodo melantik Sri Sultan Hamengku Buwono X dan KGPAA Paku Alam X sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY masa jabatan 2022-2027 sesuai dengan Undang-Undang No. 13/2012 tentang Keistimewaan DIY. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Sultan Hamengku Buwono X Heran Kasus Antraks di Sleman dan Gunungkidul Muncul Kembali, Karena Tradisi Ini?

Sultan Hamengku Buwono X mengaku heran karena kembali muncul kasus antraks di Sleman dan Gunungkidul Yogyakarta. Diduga karena ini.


60 Event Meriahkan Hari Jadi DI Yogyakarta sampai April, Ada Gelaran Wayang dan Bazar

33 hari lalu

Tarian Beksan Trunajaya membuka Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta yang digelar 9 Maret hingga 25 Agustus 2024. (Dok. Istimewa)
60 Event Meriahkan Hari Jadi DI Yogyakarta sampai April, Ada Gelaran Wayang dan Bazar

Penetapan Hari Jadi DI Yogyakarta merujuk rangkaian histori berdirinya Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat


269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

33 hari lalu

Prajurit Keraton Yogyakarta mengawal arak-arakan gunungan Grebeg Syawal di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, 18 Juli 2015. Sebanyak enam buah gunungan diarak dalam acara ini. TEMPO/Pius Erlangga
269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.


Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

34 hari lalu

Ilustrasi Keraton Yogyakarta. Shutterstock
Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755


Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

34 hari lalu

Tarian Beksan Trunajaya membuka Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta yang digelar 9 Maret hingga 25 Agustus 2024. (Dok. Istimewa)
Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.


Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

49 hari lalu

Tradisi Ngapem Ruwahan digelar warga di Yogya sambut Ramadan. (Dok. Istimewa)
Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.