TEMPO.CO, Bogor - Pengurus Yayasan Pondok Pesantren (Ponpes) Ibnu Mas'ud, di Kampung Jami, Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, mengaku Hatf Saiful Rasul, anak usia 12 tahun yang dilaporkan bergabung menjadi militan ISIS dan tewas terkena bom pada 1 September 2016 di Suriah, pernah dititipkan kerabatnya di sana.
Ketua Yayasan Al-Urwatul Wutsqo Ponpes Ibnu Mas’ud, Agus Purwoko, menjelaskankan Hatf sempat dititipkan di ponpes yang dia pimpin. Setelah menjadi santri sekitar empat bulan, Hatf keluar dari ponpes.
“Kalau dia kan sudah keluar dari sini, dia bukan mondok tapi dititipkan disini oleh kerabatnya,” katanya.
Baca: Pengajar dan Siswa Pesantren Ibnu Mas'ud Terlibat Jaringan ISIS
Menurut Agus, Hatf dititipkan dan tinggal di Ponpes Ibnu Mas'ud sekitar tiga hingga empat bulan. Setelah itu, Hatf dijemput kerabatnya dan keluar dari Ponpes.
“Orang tuanya kan dipenjara jadi dia diambil kerabatnya,” ujarnya.
Agus mengaku jika tidak mengetahui latar belakang orang tua Hatf. Dia beralasan pihak ponpes hanya memberikan formulir pendaftaran kepada santri dan tidak mau berurusan dengan latar belakang orang tua mereka.
“Saya tidak mau berurusan dengan hukum dan saya juga tidak ada hubungan dengan latar belakang keluarganya yang berurusan dengan hukum, karena saya berurusan dengan anaknya,” ucapnya.
Baca: Santri Yayasan Ibnu Mas`ud Mulai Meninggalkan Pondok Pesantren
Agus mengatakan ketika dirinya berurusan dengan anak tersebut, pihaknya mengerti apa yang harus dilakukan supaya tidak berbenturan dengan hukum.
“Saya tahu kalau orang seperti saya ini rawan berurusan dengan hukum, sehingga sudah banyak guru dan pengasuh yang dikeluarkan karena bermasalah,” tuturnya.
Stigma masyarakat tentang ponpesnya mengajarkan paham radikal berpuncak pada saat seorang pengasuh dan guru tersebut melakukan pembakaran umbul-umbul.
“Informasi yang muncul di masyarakat adalah pembakaran bendera padahal hanya umbul-umbul,” katanya.
Baca: Penyesalan Para WNI Mantan Pengikut ISIS
Menurut Agus, pelaku pembakaran umbul-umbul merupakan orang yang terganggu jiwanya. Sejak itu, masyarakat menuding Ponpes Ibnu Mas'ud merupakan sarang teroris.
“Dia pun saat itu sudah dibawa ke Polres dan dia mengaku, akan tetapi peristiwa ini dijadikan alasan untuk pembubaran dan pengosongan Ponpes,” ujarnya.
Menurutnya, demonstrasi masyarakat pada 17 September 2017 yang menuntut penutupan ponpes merupakan bentuk kesalahpahaman.
M. SIDIK PERMANA